KOMPAS.com - HSN (50), pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Sikur, Lombok Timur ditangkap atas kasus kekerasan seksual.
Pelaku diduga melakukan melakukan kekerasan seksual kepada 41 santriwati sejak tahun 2016 hingga 2023 atau selama tujuh tahun.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Koalisi Stop Kekerasan Perempuan dan Anak, yang juga Ketua LBH Apik, Nuryanti Dewi.
Ia menyebut dari 41 korban, baru dua orang yang berani melapor. HSN pun telah ditangkap pada selasa (16/5/2023) pukul 20.30 Wita.
Baca juga: Pelaku Pencabulan 41 Santriwati di Lombok Timur Berteriak dan Mengaku Difitnah
"Catatan kami, 41 orang korban, kami memberikan perlindungan kepada mereka, karena semua korban masih dalam kondisi tertekan dan trauma," kata Yanti, pada Kompas.com, Kamis (18/2023).
Ia mengatakan walau pelaku sudah ditangkap, pihaknya masih melakukan pendampingan kepada para korban karena khawatir akan adanya intimidasi.
Menurutnya, korban mulai berani melapor pada April 2023 setelah sebelumnya yang besangkutan melapor tanda pendampongan.
Namun saat itu, mereka mendapatkan ancaman dan intimidasi dari tersangka serta pengikutnya.
Tersangka memberikan doktrin dan informasi yang keliru pada para santriwati, yang mengatakan bahwa apa yang dilakukannya pada santriwatinya adalah pemberian cahaya dan mengaku dirinya sebagai wali Allah.
Baca juga: Kemenag Sebut 1 Ponpes dan Asrama di Lombok Timur Diawasi karena Kasus Dugaan Kekerasan Seksual
"Tersangka ini mengatakan pada para korbannya wajahnya akan memberikan cahaya jika bersedia mengikuti kemauannya, mengaku sebagai wali Allah, mendoktrin dengan mengatakan membiarkan apa pun yang terjadi pada diri santriwatinya karena yang melakukan perbuatan itu adalah tuan gurunya agar bisa mendapatkan cahaya," jelas Yanti.
Meski menolak, para santriwati tak bisa berbuat apa-apa. Mereka sudah didoktrin untuk menjalankan perintah guru.
Mereka percaya saja, apalagi tersangka HSN ini mengatakan dirinya sebagai wali Allah dan bisa memasuki dunia gaib.
"Saat menghadapi kekerasan itu, apalagi ada relasi kuasa dalam kasus ini, korban tak bisa melakukan apa pun, kecuali mematung. Tubuhnya tak bisa memberi reaksi apa pun, sementara hatinya memberontak ingin melawan, namun tidak berdaya, apalagi tersangka atau pelaku adalah tuan guru, orang yang dihormati dan panutan mereka," ulasnya.
Para santriwati juga menganggap tersangka sebagai orang yang harus diikuti, terpapar dalam pikiran mereka bahwa tuan guru ini suci.
"Setelah selesai menyetubuhi santrinya, mereka diancam jika menceritakan pada orang lain," kata Yanti.
Baca juga: LSBH: Korban Kekerasan Seksual Pimpinan Ponpes di Lombok Timur Merasa seperti Dihipnotis
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.