Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Pemilu 2024, Komunitas Tionghoa Imbau Masyarakat Waspada Politik Identitas

Kompas.com - 22/05/2023, 06:45 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2024 mendatang, Ketua Komunitas Sosial Tionghoa Boen Hian Tong, Harjanto Halim mengimbau masyarakat untuk mewaspadai politik identitas yang memecah belah bangsa.

Pasalnya, politik identitas selalu digunakan oleh para politisi untuk mencari dukungan masyarakat seperti yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.

Baca juga: Nasaruddin Umar Yakin Politik Identitas Mereda pada Pemilu 2024

"Politik identitas itu akan selalu dimainkan oleh siapapun, cepat, dan efeknya gede. Amerika yang sudah seperti itu saja main kok. Kalau gitu pinter-pinteran rakyat aja mengenali politik identitas," tutur Harjanto, Minggu (21/5/2023).

Hal itu disampaikan usai peringatan pahitnya tragedi 98 dalam kegiatan makan rujak pare sambal kecombrang di Gedung Rasa Dharma, Kompleks Pecinan, Kota Semarang.

Harjanto mencontohkan, praktik politik identitas yang dilakukan oleh Donald Trump. Meski sulit dihindari, Ia harap praktik semacam itu tidak kental terjadi dalam kontestasi pemilu di Indonesia.

"Saya pun dengan sedih mengatakan Trump menang karena politik identitas. White supremacy, imigram Meksiko dituduh, Amerika number one, wah itu sangat identitas banget. Jadi hal seperti itu selalu dipakai politisi. Jadi rakyat jangan memilih atas dasar itu," lanjutnya.

Pasalnya, seperti yang pernah terjadi pada Pilkada DKI Jakarta, politik identitas malah memecah belah bangsa ke dalam sejumlah kubu.

Lebih lanjut, ia menilai bangsa Indonesia hari ini sudah cukup baik dalam menerima keragaman. Menurutnya, terlepas dari perbedaan suku, ras, dan agama, secara garis besar bangsa Indonesia memiliki satu aspirasi dan tujuan yang sama.

"Kemudian Indonesia ini sudah bersatu, terkadang preferensi dan mukanya (suku/ras) berbeda, tapi aspirasinya mirip. Seperti Jose (Ketua Panitia) mukanya Tionghoa, tapi dia jago ndalang. Enggak papa karena kita Indonesia," jelasnya.

Di samping itu, ia menyebutkan meskipun Semarang APBD nya tidak sebesar kota metropolitan lainnya, tapi kohesi, toleransinya, kebersamaannya, ia nilai lebih tinggi.

"Ekonomi di Jakarta lebih tinggi, tapi nyaman atau enggak itu lho. Orang Jakarta selalu bilang Semarang enak ya. Bukan berarti terus kita enggak bangun kota, tapi (toleransi) itu ada nilainya, karena kohesi dan toleransi ke depan akan jauh lebih susah dicapai daripada membangun gedung bertingkat," ungkapnya.

Baca juga: 6 Rumusan Piagam Surabaya, Salah Satunya Tolak Politik Identitas

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Mengaku Khilaf, Kakek di Kendal Perkosa Cucu Kandung hingga Melahirkan

Mengaku Khilaf, Kakek di Kendal Perkosa Cucu Kandung hingga Melahirkan

Regional
Sindikat Penyelundup Pengungsi Rohingya ke Aceh Sudah Kantongi Rp 3 Miliar

Sindikat Penyelundup Pengungsi Rohingya ke Aceh Sudah Kantongi Rp 3 Miliar

Regional
Setelah Luncurkan 400 Roket, KSAD Beri Sembako untuk Warga Kebumen

Setelah Luncurkan 400 Roket, KSAD Beri Sembako untuk Warga Kebumen

Regional
Jumlah Pendaki yang Rayakan Tahun Baru di Gunung Merbabu Menurun

Jumlah Pendaki yang Rayakan Tahun Baru di Gunung Merbabu Menurun

Regional
Aki Alat Pemantau Gunung Marapi Sudah Beberapa Kali Dicuri

Aki Alat Pemantau Gunung Marapi Sudah Beberapa Kali Dicuri

Regional
Nelayan Sumbawa yang Tangkap Lobster di Perairan NTT Diminta Terbuka pada Penyidik

Nelayan Sumbawa yang Tangkap Lobster di Perairan NTT Diminta Terbuka pada Penyidik

Regional
Caleg PAN di Lombok Tengah Ditangkap Saat Pesta Sabu, Ini Kata KPU

Caleg PAN di Lombok Tengah Ditangkap Saat Pesta Sabu, Ini Kata KPU

Regional
Detik-detik Evakuasi Jenazah Pendaki Terakhir di Gunung Marapi

Detik-detik Evakuasi Jenazah Pendaki Terakhir di Gunung Marapi

Regional
Gagalkan Percobaan Pembunuhan di RS Magelang, Brigadir Helmi Dapat Penghargaan

Gagalkan Percobaan Pembunuhan di RS Magelang, Brigadir Helmi Dapat Penghargaan

Regional
Saat Jokowi Kagumi Wajah Baru Gereja Katedral Kupang...

Saat Jokowi Kagumi Wajah Baru Gereja Katedral Kupang...

Regional
Ini 4 Program Prioritas Pemprov Kalsel untuk Jadi Penyangga Pangan IKN

Ini 4 Program Prioritas Pemprov Kalsel untuk Jadi Penyangga Pangan IKN

Regional
16 Pengungsi Rohingya Kabur dari Tempat Penampungan di Lhokseumawe

16 Pengungsi Rohingya Kabur dari Tempat Penampungan di Lhokseumawe

Regional
Banyak Dapat Ungkapan Tak Patut Saat Jadi Gubernur, Anies: Satu Pun Tak Saya Bawa ke Polisi

Banyak Dapat Ungkapan Tak Patut Saat Jadi Gubernur, Anies: Satu Pun Tak Saya Bawa ke Polisi

Regional
Di Balik Tragedi 23 Pendaki Meninggal Saat Erupsi Gunung Marapi...

Di Balik Tragedi 23 Pendaki Meninggal Saat Erupsi Gunung Marapi...

Regional
Cerita Pendaki yang Berada di Puncak Gunung Marapi Beberapa Jam Sebelum Meletus

Cerita Pendaki yang Berada di Puncak Gunung Marapi Beberapa Jam Sebelum Meletus

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com