POLITIK adalah katalisator pembangunan. Dus, politik dalam berbagai pendekatan idiil adalah alat perjuangan!
Spektrum politik secara konsep amatlah luas. Termasuk di dalamnya adalah politik ekonomi, yang membedah tentang berbagai pengambilan kebijakan ekonomi untuk mengarahkan anggaran atau politik anggaran (APBN/APBD) pada kebutuhan paling fundamental daerah.
Untuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), pembangunan sumber daya manusia (SDM) adalah hal paling urgen.
United Nations Development Program (UNDP) selalu menggunakan Human Development Index (HDI)/Indeks pembangunan manusia (IPM) sebagai tujuan dari suatu pembangunan.
Dengan mengukur aksesibilitas publik pada sumber-sumber ekonomi/pendapatan terhadap pendidikan dan kesehatan. Tiga komponen inilah menjadi suatu modeling, untuk melihat suatu output pembangunan.
IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis. Selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
Tiga indikator HDI/IPM di atas, menjadi suatu problem major Provinsi NTT. Dari problem kemiskinan, kelaparan, dan stunting.
Memang IPM NTT tahun 2022, jauh di bawah IPM nasional berdasarkan data referensi BPS, yakni 57,0 (kategori rendah) dan 72,91 (kategori tinggi).
Terjadi koreksi cukup dalam terhadap IPM NTT, dari 2020 sebesar 79,71. Cerita di balik data IPM NTT ini adalah pandemi Covid-19.
Efek kontingensi dari pandemi membutuhkan waktu yang agak lama untuk mengatrol IPM NTT. Pasalnya, tahun 2021 ke 2022, ekonomi telah berada di trajectory ekspansi, tapi justru IPM masih mengalami perlambatan.
Secara makro, memang konsumsi Rumah Tangga NTT belum tumbuh di atas level pra-Covid-19 atau di kisaran 2 persen (yoy), sementara tahun 2019 (pra-Covid-19 sebesar 4,58 persen yoy).
Kondisi ini disebabkan tekanan inflasi pada harga bergejolak (volatile) dan harga yang ditetapkan pemerintah (administered price).
Dengan posisi inflasi NTT yang masih 5,4 persen atau di atas sasaran inflasi, maka daya beli tergerus dan akses terhadap pendidikan dan kesehatan terkoreksi sebagai efek tular.
Secara teori, inflasi selalu berkorelasi positif dan bertambahnya angka kemiskinan!
Data BPS tentang IPM NTT, menurut saya, menggambarkan kondisi anomali. Daerah-daerah di NTT dengan kategori Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) baik seperti Manggarai Barat dan Kota Kupang, tapi IPM 2022 ada di bawah daerah-daerah dhuafa seperti di daratan Sumba, Alor, Flores Timur dan Lembata yang kapasitas fiskalnya tergantung pada transfer pusat.