Setelah semua perbuatan kriminal yang diperbuat selama hidupnya, Ia merasa senang bisa diterima dengan tangan terbuka menjadi santri Gus Tanto. Sang Kiai juga menghargai setiap proses hijrahnya untuk berubah lebih baik.
Meski sudah sekitar 18 tahun nyantri di sana, ia mengaku masih belum menjadi pribadi yang soleh seperti Gus Tanto. Ia juga masih memperbaiki ibadah seperti shalat lima waktu dan puasa.
“Di sana banyak belajar, kalau manusia harus bermanfaat bagi sesama. Banyak hikmah kehidupan yang bisa diambil saat ngaji. Seperti wong nandur mesti ngunduh (orang yang menanam pasti akan memanen,” terangnya.
Bila dapat memutar waktu, ia mengaku ingin mengembalikan semua uang dan benda dari hasil begal yang dulu kerap dilakukan saat muda. Baginya, itulah penyesalah tersebar dalam hidup Ayong.
“Menyesal sekali, pengennya kalau bisa todongan itu dikembalikan, karena uang haram enggak berkah. Tapi itu udah terlalu lama, kemungkinan orang-orangnya udah meninggal dan enggak tahu juga siapa,” jelasnya.
Diakui kehadiran Ponpes Istighfar tersebut membawa dampak positif bagi lingkungan setempat. Perbalan tak semengerikan dahulu. Angka kriminal juga telah jauh berkurang. Tak ada penjahat yang berani mengganggu warga.
“Dulu di sini mantan preman semua, sebagian besar sudah ikut ngaji termasuk saya sendiri, yang sudah meninggal teman saya juga banyak,” tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.