"Jadi persoalan pendatang memang memiliki dua sisi. Sisi yang satu bisa berpengaruh pada perputaran ekonomi Nunukan, satu lagi ada efek peningkatan kasus stunting. Kesadaran untuk memperhatikan tumbuh kembang anak, memang masih menjadi tugas berat kita semua," tegasnya.
Meski terjadi kenaikan 0,5 persen jika merujuk data SSGI, tidak demikian dengan data yang ditampilkan EPPGBM (Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).
EPPGBM mencatat penurunan cukup signifikan. Yang sebelumnya terdapat 16,3 persen kasus stunting, menjadi 14 persen atau turun sekitar 2 persen.
Menurut Sabaruddin, perbedaan data tersebut, sama sama memiliki alasan kuat. Jika merujuk SSGI, alasan banyaknya pendatang menjadi factor kenaikan kasus stunting yang terjadi.
Sementara jika menganut data EPPGBM, maka factor gencarnya program penyuluhan, sosialisasi dan intervensi di Posyandu maupun Puskesmas oleh para tenaga kesehatan dan instansi lain, menjadi alasan data yang disajikan.
"Keduanya sama sama kita pakai sebagai evaluasi dan ukuran kinerja. Kalau SSGI pendataan pusat yang pengambilan samplingnya hanya sekitar 600an sample. Kalau EPPGBM itu yang pendataannya dilakukan petugas kita dari Posyandu, Puskesmas dan fasilitas Yankes lain, dengan sampel hampir 12.000-an," urainya.
Baca juga: Heru Budi Kosongkan Jabatan Kadinkes Saat Hendak Atasi Stunting, Ini Alasannya
Data data kasus stunting yang disajikan baik oleh SSGI maupun EPPGBM, ternyata belum mencakup keberadaan Balita di banyak mes perusahaan di Kabupaten Nunukan.
Padahal, ada lebih 20 perusahaan yang beroperasi di Nunukan, dan didominasi perusahaan kepala sawit.
"Sejauh ini pengambilan sample kita menyebar ke sejumlah kecamatan. Mes perusahaan belum menjadi lokus blok sampling," katanya.
Dinas Kesehatan juga terus berbenah untuk komitmen penurunan angka stunting.
"Tentu semua kekurangan dan masukan akan menjadi evaluasi kinerja kita. Kita sempurnakan yang kurang, dan kita perbaiki yang harus dievaluasi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.