SOLO, KOMPAS.com - Barang bukti fisik ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang asli tidak dihadirkan dalam persidangan atas sidang kasus ujaran kebencian, ITE dan penistaan agama di Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, Jawa Tengah.
Hal itu disinggung dalam agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) pada Selasa (28/3/2023), yang melibatkan terdakwa Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Rahardja (Gus Nur).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Apriyanto Kurniawan mengatakan, barang bukti yang dipertanyakan terdakwa tidak perlu dihadirkan dalam persidangan.
Baca juga: Pihak Gus Nur Singgung JPU yang Tak Pernah Hadirkan Fisik Ijazah Asli Jokowi di Pengadilan
Sebab, fotokopi ijazah yang sudah terlegalisir sudah cukup untuk pembuktian soal keaslian ijazah.
"Kita sudah membalikkan terkait mereka yang menuduh ijazah Jokowi palsu, yang palsu sebelah mana. Mereka tidak bisa menghadirkan saksi fakta dan bukti, kami yakini ijazah pak Jokowi asli dari SD, SMP, dan SMA," kata Apriyanto, di Pengadilan Negeri Solo, Selasa (28/3/2023).
Dia mengatakan, legalisir ijazah tersebut pastinya ada ijazah asli. Sebab, legalisir itu oleh lembaga berwenang dan sudah disetujui oleh Kepala Sekolah.
Ditambah lagi, bukti pendukung lainnya, yakni buku induk, yang di dalamnya ada identitas dan lengkap dengan nomor ijazah Jokowi, sudah terlampir dalam berkas perkara.
"Kalau mengejar harus asli, bagi kami alat bukti sudah cukup, saksi dari teman sekolah, guru, Kepala Sekolah sudah menjelaskan," ujarnya.
Baca juga: Sidang Penuntut Ijazah Presiden Jokowi: Gus Nur Ungkap Keretakan Hubungan dengan Bambang Tri
"Kami optimis kami bisa membuktikan. Tapi kami kalau hakim ada pendapat lain, silahkan," lanjutnya.
Dalam sidang pledoi kedua tersangka dilaksanakan secara terpisah antara Gus Nur terlebih dahulu, kemudian, dilanjutkan Bambang Tri.
Apriyanto mengatakan, dalam sidang, Gus Nur membacakan nota pembelaan yang setebal 215 halaman. Sedangkan, Bambang Tri hanya melakukan pembelaan secara lisan.
Dalam pledoi terdakwa, keduanya meminta bebas atas semua dakwaan yang diberikan kepada mereka.
"Dia minta bebas dari semua dakwaan, sementara kami membuktikan pasal pertama primer UU nomor 1 tahun 1946 pasal 14 ayat 1," ujarnya.
"Tapi karena ditanggapi semua, kuasa hukum sah-sah saja bahwa semua lima dakwaan tidak terbukti. Itu wajar, dalam pembelaan. Tapi semua kami kembalikan ke majelis hukim," lanjutnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.