Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Ketakutan di Tengah Pembangunan Megaproyek PLTA Batang Merangin (Bagian 1)

Kompas.com - 28/03/2023, 17:44 WIB
Suwandi,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

JAMBI,KOMPAS.com - Truk raksasa proyek melintasi jalan nasional. Sejumlah rumah berselimut debu, getaran kecil menembus dinding menyelinap ke ruang tamu.

Sepelemparan batu di bawahnya, aliran sungai yang deras melambat dan terus meninggi.

Tembok setinggi lebih dari 20 meter menghadang air di badan sungai. Di balik tembok, truk raksasa, crane, dan alat berat menderu.

Lima rumah yang terimpit jalan dan bendungan sungai, semakin lusuh. Pemiliknya kian rapuh.

Gustina (57), penghuni rumah di antara sungai dan jalan hanya bisa pasrah.

Tangan keriputnya tak mampu mencegah pembangunan. Seorang diri di masa tua meruntuhkan nyalinya untuk menghalau barisan truk raksasa perusahaan.

“Kata mereka (perusahaan) aman, aman tak ada masalah. Namanya orang kecil ini, mau ngadu, ngadu ke mana kami tidak tahu,” kata Gustina di rumahnya, di Dusun Kaliangga, Desa Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Jambi, akhir Februari lalu.

Perempuan yang baru beberapa bulan kehilangan suami ini mengaku dirundung ketakutan.

Perusahaan mengklaim rumahnya aman. Namun, kenyataannya, seluruh ruangan di rumahnya retak. Mulai dari ruang tidur, tamu, hingga dapur.

Tanah di belakang rumahnya berkali-kali longsor. Rumah yang berada di puncak tebing sungai dan berhadapan langsung dengan jalan nasional, tempat truk raksasa melintas ternyata mengandung bahaya.

Dampak dari ledakan dinamit pembangunan terowongan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Merangin, Jambi, di tubir Sungai Batang Merangin, membuat 33 rumah radius terdekat retak.

Pembangunan mega proyek PLTA Batang Merangin dikerjakan PT Kerinci Merangin Hidro, anak usaha dari Kalla Grup.

PLN telah meneken perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA) dengan perusahaan milik Jusuf Kalla, pada Akhir 2018 lalu.

Dengan kapasitas 350 MW, setrum dari PLTA Batang Merangin akan memasok listrik ke sistem Sumatera.

Aliran setrum sebesar 1.280 giga watt hour per tahun ini hanya mengalir saat beban puncak di PLN Regional Sumatera.

Proyek dengan nilai investasi Rp 13,4 triliun ini menyumbang kurang dari 10 persen dari beban puncak listrik di Sumatera yakni sebesar 6.928 megawatt.

Sebagian besar warga memang sudah menerima dana kompensasi. Namun, lain hal dengan Agustina sudah berjuang enam bulan. Sampai suaminya meninggal, kompensasi belum juga diberikan perusahaan.

“Sampai suami saya (meninggal), Mas, dana kompensasi ini tidak diberikan perusahaan. Kami ini warga kecil, tangan di bawah. Ya pasrah saja, mau dikasih atau tidak,” kata dia.

Retak di dinding kamar tidurnya begitu parah. Sudah terbentuk lubang yang menganga selebar dua jari orang dewasa dan panjang lebih dua meter.

Sementara aktivitas truk raksasa dengan kapasitas lebih dari 30 ton yang melintas menimbulkan getaran.

“Terasa getarannya, kalau malam itu lebih kuat. Saya tidur sendirian, takut sewaktu-waktu dinding kamar saya ini ambruk,” kata dia.

Warga lainnya, Tuti, di ruang tamu sedang merawat bayinya yang berusia tiga bulan.

Dari ruangan ini, truk raksasa perusahaan yang melintas menimbulkan getaran skala kecil.

Serupa dengan tetangganya Agustina, retak di rumah Tuti serius di seluruh ruangan dan belum menerima kompensasi. Dia sudah melapor ke perusahaan tiga bulan lalu.

"Anak kami ini masih umur tiga bulan. Kadang terbangun dengar suara truk, terkejut dia. Kami juga khawatir dindingnya tiba-tiba ambruk, karena retakannya tinggi dari atas sampai bawah," kata dia sembari memasang kain penutup telinga anaknya.

Nihil Transparansi 

Pada siang yang terik, Amri, warga Desa Lubuk Paku, kaget patok bewarna merah putih menancap di ladangnya.

Lelaki itu sempat naik pitam karena pemasangan patok tanpa izin.

Tidak lama berselang, terbit ketakutan. Pasalnya, masyarakat Desa Lubuk Paku tengah gamang, apakah daerah itu masuk dalam area genangan PLTA atau tidak.

Perusahaan belum pernah memberikan informasi terkait luas genangan dan berapa rumah yang akan tenggelam.

“Tidak tahu, Pak. Perusahaan tidak pernah memberikan sosialisasi luas genangan dan berapa rumah yang akan tenggelam. Tapi sudah ada belasan rumah yang diganti rugi,” kata Amri.

Rumah Amri berada di bantaran sungai. Jaraknya hanya 1 meter dari batas terakhir tanah dan rumah di kampung yang dibebaskan perusahaan.

Tidak adanya pemberitahuan dari pihak perusahaan terkait rencana bendungan membuatnya gusar.

Berada dalam radius 1 meter dengan genangan air bendungan tentu membuatnya takut.

“Saya tidak tahu bagaimana cara mereka mengukur untuk rumah atau ladang yang memenuhi syarat dibebaskan. Tapi saya takut untuk hidup berdekatan dengan air bendungan. Saya berharap mereka ganti rugi rumah saya, karena kami sekeluarga mau pindah,” terangnya.

Dia menuturkan, lebar patok di sisi kiri kanan sungai sekitar 200 meter. Sementara panjangnya sudah lebih dari 2 kilometer.

Dengan demikian, luasan genangan yang berada di Desa Lubuk Paku bisa mencapai 400 hektare.

Pembebasan lahan juga banyak masalah, kata Amri. Harganya sangat bervariasi, dari Rp 15.000 per meter hingga Rp 25.000 per meter. Bahkan ada dua lokasi tanah, di mana perusahaan belum membayar uang ganti rugi.

Pengukuran tanah dinilai Amri tidak adil. Lantaran pada bantaran sungai yang curam, warga mengukur luasnya 5.000 meter persegi. Sementara menurut perusahaan, luasnya hanya 2.000 meter persegi.

Dengan demikian perusahaan hanya membayar Rp 30 juta yang seharusnya Rp 75 juta.

“Perusahaan itu mengukurnya pakai GPS. Jadi tanah yang miring itu ditembak lurus. Sementara saya ukur tanah secara manual. Hasilnya jauh berbeda,” kata Amri.

Ketika membebaskan lahan, perusahaan tidak memberikan informasi kepada warga terkait mengapa rumah dan ladang mereka dibebaskan.

Sampai sejauh ini, belum ada warga yang mengetahui, seberapa luas genangan dan seberapa banyak rumah yang akan tenggelam.

Suriwati (67), warga lainnya, menuturkan, rumahnya yang berada di pinggir Sungai Batang Merangin sudah dibebaskan perusahaan Oktober 2022.

Namun, perusahaan tidak mengatakan rumahnya akan ditenggelamkan.

Dengan keadaan berada di bibir sungai, Suriwati dan keluarga telah berjaga-jaga. Rumah yang dibebaskan sudah ditinggalkan dan kini dia membangun rumah baru yang jauh dari sungai.

“Saya tidak tahu akan tenggelam atau tidak. Perusahaan tidak pernah bilang begitu, tapi kami berjaga-jaga. Kini kami sudah pindah buat rumah baru,” katanya.

Dia menuturkan, pemilik belasan rumah lain yang sudah dibebaskan perusahaan, masih menempati rumah mereka.

Ini karena warga belum menemukan rumah baru yang cocok yang dekat dengan ladang mereka.

Farida, perempuan yang sudah 40 tahun tinggal di Dusun Kaliangga, Desa Batang Merangin, mengaku tanahnya yang berada di kawasan genangan PLTA belum diberi ganti rugi.

Dia juga belum mengetahui tanah di belakang rumahnya akan tenggelam.

“Saya tidak tahu akan ada genangan air (menunjuk) di sini, belakang rumah saya. Iya takut lah, karena ada genangan air yang dalam dan luas. Anak cucu saya kan mainnya di sini. Kalau disuruh pindah, kalau cocok tempatnya, ya maulah. Asal kami tidak rugi, mereka (perusahaan) juga tidak rugi,” kata Farida.

Kegusaran Farida bukan tanpa alasan. Ketika hujan besar, air datang dari seberang jalan, mengalir jatuh ke belakang rumahnya, tempat Sungai Batang Merangin berada.

Tanah di samping rumahnya sudah longsor, sebab kayu-kayu besar yang berjarak sekitar 5 meter dari rumahnya sudah ditebang.

“Kalau tanah di bawah situ semua sudah diganti rugi, tapi kami belum. Longsor di tanah kami karena kayu-kayu besar ditebang. Sudah dilaporkan ke perusahaan, tapi mereka tidak ada tindakan,” kata Farida.

Lokasi rumah Farida terjepit sungai dan jalan. Jarak keduanya jika ditarik garis lurus hanya sekitar 10-15 meter.

Kepala Desa Batang Merangin, Sumino mengaku letih melakukan perlawanan dengan pihak perusahaan.

Laporannya terkait sungai-sungai kering dan keruh dampak pembangunan PLTA Batang Merangin tak digubris perusahaan, begitu juga dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi.

“Kering lah airnya. Aliran air sungai sempat dimatikan bersamaan dengan pembangunan terowongan. Air itu lari ke terowongan. Saya pernah masuk, banjir itu terowongan,” kata Sumino.

Perlawanan Sumino berangkat dari keinginan adanya transparansi dari pihak perusahaan kepada warga. Sehingga warga tidak minim informasi terkait aktivitas perusahaan.

"Saya cerita sedikit, warga tidak ada yang tahu beberapa meter di rumahnya itu perusahaan menyimpan bahan peledak dinamit. Kalau ada insiden, itu semua warga habis, terdampak ledakan seperti bom," ujar Sumino.

"Saya sudah protes gudang bahan peledak itu dipindah, tapi saya sendirian, ditekan sana sini, saya tak kuat juga. Alhamdulillah, tidak ada korban. Sekarang gudangnya masih ada, tapi bahan peledaknya sudah habis digunakan untuk bangun terowongan,” kata Sumino.

Dia menyebut, informasi terkait genangan yang akan berdampak langsung kepada warga Desa Batang Merangin atau lokasi ring satu pembangunan PLTA, tidak ada.

Perusahaan tidak membuka data itu kepada warga. Sehingga warga hidup di bawah bayang-bayang ketakutan.

Sementara, Efriantoni, pemuda pecinta lingkungan di Kecamatan Batang Merangin, mengaku heran dengan perusahaan yang tidak teliti menyaring sumber pasir dan batu.

Kebanyakan perusahaan yang memasok pasir dan batu (sirtu) ke perusahaan berasal dari penambangan galian C secara ilegal.

“Mereka ini (perusahaan) memang terdaftar secara legal di pemerintahan. Tapi lokasi tambangnya itu berbeda dengan yang dalam dokumen izin. Yang ambil sirtu di Kecamatan Pangkalan Jambu itu bekas penambangan emas ilegal,” kata Efriantoni.

Pasokan sirtu ke PLTA dipasok dari Kecamatan Pangkalan Jambu, Siulak, dan Kabupaten Solok Selatan. Selain itu, perusahaan menggunakan material bebatuan dari terowongan.

Lelaki yang tinggal di Tamiai ini menyebut, material dari terowongan itu ilegal jika digunakan perusahaan.

Sebab, dalam membangun terowongan itu, mereka tidak melakukan pembebasan tanah.

Selain itu, penggunaan material sirtu perusahaan tidak boleh dipandang remeh. Dengan material itu, perusahaan membangun terowongan dengan panjang lebih dari 11 kilometer.

Kemudian membangun bendungan setinggi puluhan meter dan membuat turap di bantaran sungai berkilo-kilometer.

Jangan sampai untuk menghasilkan energi bersih, perusahaan malah merusak lingkungan dengan membeli material di tempat yang ilegal dan bukan termasuk kawasan pertambangan yang sah diatur pemerintah.

Dengan mengambil material di tempat ilegal, maka potensi merusak lingkungan semakin tinggi.

Hal senada disampaikan Kabid Pertambangan dari ESDM Provinsi Jambi, Novaizal.

Dia menyebut, lokasi penambangan material yang disetor ke PLTA, tidak mengantongi izin galian C seperti di di wilayah Kecamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, dan Kecamatan Siulak, Kerinci.

“Untuk wilayah Kecamatan Pangkalan Jambu tidak ada izin Galian C karena sudah menjadi pertambangan emas tanpa izin,” kata Novaizal singkat.

Aktivitas penambangan emas ilegal di Kecamatan Pangkalan Jambu terjadi sejak 2010 hingga sekarang.

Penelitian Kumorotomo dari Universitas Gadjah Mada menyebut, luas pertambangan sekitar 655 hektare.

Penambangan menimbulkan banyak masalah, seperti kerusakan lingkungan, pencemaran merkuri, konflik, sumber penyakit, dan adanya korban jiwa.

Pengambilan material pasir dari lokasi penambangan emas ilegal ditanggapi dingin oleh Teguh, Direktur Bukaka.

Katanya, jika memang ada informasi dan bukti mengenai sumber sirtu dari tambang ilegal, mereka akan menindaklanjuti.

Selain itu, jika benar material didapatkan secara ilegal, maka ini menjadi pelanggaran aturan.

Setiap penggalian material perlu izin usaha pertambangan (IUP) sebagai syarat legalitas, termasuk proses pengangkutan dan jual-beli juga perlu izin, kata Zakki dari Tren Asia.

Transisi energi harus menyeluruh, kata Zakki, agar PLTA tidak hanya menjadi transisi bisnis dan teknologi tanpa peduli dengan masyarakat dan lingkungan.

Dengan demikian energi bersih yang dihasilkan terbukti bersih dari hulu sampai hilir.

Energi Bersih Tak Boleh Merusak

Manager Komunikasi Walhi Jambi, Eko M Utomo mengatakan, sebagai ujung tombak energi terbarukan, seharusnya pembangunan PLTA tidak mengabaikan keberlanjutan lingkungan.

Dengan mengambil material dari area pertambangan emas ilegal dan lokasi lain tanpa izin yang sah dari pemerintah, maka pihak PLTA Batang Merangin memberi karpet merah terhadap tindakan merusak lingkungan.

“Aktivitas perusahaan juga sudah mengubah bentang sungai dan alam. Tentu ini sudah mengganggu dan menghilangkan hak dasar warga untuk mendapatkan lingkungan yang aman, bersih, dan sehat,” kata Eko.

Pelanggaran hak dasar manusia ini dapat mengarah kepada pelanggaran hak asasi manusia.

Misalnya rumah warga yang retak, tentu saja harus mendapat kompensasi. Termasuk debu dari truk raksasa yang mengancam kesehatan warga agar jangan diabaikan.

Tidak hanya itu, masyarakat yang menggantungkan hidup dari Sungai Batang Merangin terganggu karena sungai keruh, kering, dan ikan menghilang.

Bahkan ada sungai yang dangkal dan tertimbun longsoran nyaris seluruh badan sungai.

Pembuatan bendungan bisa memicu kepunahan spesies ikan semah endemik dan ini luput dari perhatian.

Dia mendorong pemerintah mengkaji ulang izin dari PLTA Batang Merangin serta memastikan dampak kerusakan lingkungan akibat pembangunan PLTA seminim mungkin.

Apabila hal itu tidak dilakukan, maka Walhi Jambi akan menolak pembangunan PLTA.

Selain itu, kata Eko, Jambi saat ini sudah suplus setrum. Hanya di daerah terpencil di pegunungan dan pesisir ada beberapa desa yang belum teraliri listrik.

Untuk mengakses itu, pemerintah sudah mengeluarkan Perda No 13 Tahun 2019 yang mengatur solusi pembangunan listrik untuk daerah pedesaan di Jambi, yaitu dengan memperbanyak energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), panel surya serta biogas.

Hal serupa disampaikan Kabid Kelistrikan Dinas ESDM Jambi, Yussvinoza.

Ia menuturkan, tingkat elektrifikasi Jambi saat ini sudah mencapai 99,99 persen.

Dengan demikian pasokan setrum di Jambi sudah melebihi kebutuhan listrik di Jambi.

Ketersediaan daya listrik di Jambi saat ini mencapai 454 MW. Sementara kebutuhan listrik bahkan saat beban puncak hanya sekitar 338 MW.

Dia menyebut, Jambi memang suplus setrum, tetapi pemerintah terus mendorong transisi energi baru terbarukan.

Terkait PLTA Batang Merangin akan menggantikan energi fosil, Yussvinoza enggan berkomentar.

“Kalau PLTA itu urusan pemerintah pusat,” kata dia.

Manager Riset Tren Asia, Zakki Amali, berkata serupa. PLTA memang menjadi salah satu tumpuan untuk menggantikan energi kotor batubara.

Namun, PLTA seperti apa yang dapat memenuhi aspek keadilan lingkungan, ini tidak pernah jadi pembahasan serius.

Lokasi pembangunan PLTA bukanlah tanah kosong yang tidak dihuni oleh masyarakat sama sekali.

Ada keanekaragaman hayati yang juga penting. Sejauh ini pembangunan PLTA, seperti grup Kalla ini menimbulkan dampak bagi masyarakat yang belum terselesaikan seperti PLTA Poso.

Pembangunan PLTA ini, menerima protes keras dari warga lokal, karena besaran kompensasi yang tidak adil.

Itulah mengapa transisi energi seharusnya tidak meninggalkan aspek keadilan, karena tanpa itu maka yang terjadi hanya perpindahan teknologi pembangkit listrik dari fosil ke "bersih".

Untuk mendukung pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan, perusahaan tidak hanya harus transparan, tetapi wajib akuntabel dan partisipatif.

Setidaknya ada Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), Studi Larap untuk melihat rencana akuisisi tanah dan mitigasinya, serta menggambarkan posisi masyarakat.

Tapi partisipasi masyarakat juga perlu didengar dan dihormati.

Proses pembangunan PLTA pada umumnya mengeluarkan emisi mulai dari aktivitas mesin sampai penggunaan hutan untuk area genangan.

Bahkan setelah dibangun tampak bersih energinya, tetapi ada aspek lain seperti gas metana.

Gas ini tidak terlihat mata, tapi bisa muncul dari bendungan. Gas metana ini juga bisa memengaruhi pemanasan global. Hanya saja emisi gas metana belum menjadi perhitungan dari proyek PLTA.

“Ke depan perlu memasukkan perhitungan emisi gas metana dari bendungan,” kata Zakki.

Penjelasan Perusahaan

Direktur Bukaka Teguh Wicaksana Sari menuturkan, keberadaan PLTA Batang Merangin untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia sehingga akan mengurangi ketergantungan dengan energi fosil.

Untuk diketahui, Bukaka merupakan perusahaan dalam naungan Kalla Grup, yang juga terlibat dalam pengembangan PLTA Batang Merangin.

Di menjelaskan, berdasarkan perjanjian jual beli listrik dengan PLN hingga November 2025, pihaknya memasok 350 MW ke sistem grid seluruh Sumatera.

Seluruh wilayah di Sumatera menerima pasokan listrik dari PLTA Batang Merangin.

Teguh mengatakan, sejak beroperasi pada 2018, PLTA Batang Merangin telah memberdayakan 1.600 tenaga kerja lokal.

Efek domino dari perusahaan adalah adanya pendapatan daerah berupa pajak dan retribusi selama konstruksi.

“Pengusaha-pengusaha lokal tumbuh seperti kontraktor, supplier material alam, dan rumah makan. Ketika usaha ini beroperasi, otomatis menjadi sumber PAD,” katanya.

Ia menegaskan, tidak ada dampak dari pembangunan karena tidak menimbulkan genangan.

Hal ini disebabkan cara kerja PLTA Batang Merangin menggunakan sistem run of river.

“Pembangunan di lahan seluas 200 hektare berada di dua desa. Kami tegaskan, tidak ada dampak pada dua desa tersebut karena tidak ada relokasi penduduk ataupun desa tergenang,” kata Teguh. 

Sejauh ini, kontribusi Kalla Grup terhadap energi nasional sudah mencapai 600 MW dari PLTA Poso dan Toraja yang sudah beroperasi dan akan membangun 1.000 MW kembali, pada 5-10 tahun ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Jaring Bakal Calon Bupati Sleman, Ada Mantan Sekda dan Pengusaha Kuliner yang Ambil Formulir

Golkar Jaring Bakal Calon Bupati Sleman, Ada Mantan Sekda dan Pengusaha Kuliner yang Ambil Formulir

Regional
Viral, Brio Merah Halangi Laju Ambulans, Pengemudi Berikan Penjelasan

Viral, Brio Merah Halangi Laju Ambulans, Pengemudi Berikan Penjelasan

Regional
Cemburu Pacarnya 'Di-booking', Warga Lampung Bacok Pria Paruh Baya

Cemburu Pacarnya "Di-booking", Warga Lampung Bacok Pria Paruh Baya

Regional
Gagal Curi Uang di Kotak Wakaf, Wanita di Jambi Bawa Kabur Karpet Masjid

Gagal Curi Uang di Kotak Wakaf, Wanita di Jambi Bawa Kabur Karpet Masjid

Regional
Pantai Watu Karung di Pacitan: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Pantai Watu Karung di Pacitan: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Regional
Diejek Tak Cocok Kendarai Honda CRF, Pemuda di Lampung Tusuk Pelajar

Diejek Tak Cocok Kendarai Honda CRF, Pemuda di Lampung Tusuk Pelajar

Regional
Bantuan PIP di Kota Serang Jadi Bancakan, Buat Perbaiki Mobil hingga Bayar Utang

Bantuan PIP di Kota Serang Jadi Bancakan, Buat Perbaiki Mobil hingga Bayar Utang

Regional
Ditanya soal Pilkada Kabupaten Semarang, Ngesti Irit Bicara

Ditanya soal Pilkada Kabupaten Semarang, Ngesti Irit Bicara

Regional
Ditinggal 'Njagong', Nenek Stroke di Grobogan Tewas Terbakar di Ranjang

Ditinggal "Njagong", Nenek Stroke di Grobogan Tewas Terbakar di Ranjang

Regional
Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Regional
Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Regional
Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Regional
Masyarakat Diminta Waspada, 5 Orang Meninggal akibat DBD di Banyumas

Masyarakat Diminta Waspada, 5 Orang Meninggal akibat DBD di Banyumas

Regional
Tangerang-Yantai Sepakat Jadi Sister City, Pj Walkot Nurdin Teken LoI Persahabatan

Tangerang-Yantai Sepakat Jadi Sister City, Pj Walkot Nurdin Teken LoI Persahabatan

Regional
Lebih Parah dari Jakarta, Pantura Jateng Alami Penurunan Muka Tanah hingga 20 Cm per Tahun

Lebih Parah dari Jakarta, Pantura Jateng Alami Penurunan Muka Tanah hingga 20 Cm per Tahun

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com