Melihat bagaimana ambuyat diperlakukan istimewa di Brunei, terbersit keinginan atau harapan, papeda juga bisa dikemas dan diposisikan sebagai makanan yang istimewa di tanah air.
Apalagi kalau makan papeda juga dilengkapi dengan candas atau gata gata kecil. Tentu praktis dan terlihat lebih gaya.
Saya bahkan membayangkan suatu saat nanti, ada hari khusus makan papeda terutama di kawasan timur Indonesia. Yakni satu hari dalam seminggu yang disepakati untuk semua rumah warga, termasuk rumah makan atau restoran wajib menghidangkan papeda.
Setidaknya makanan utama yang disajikan atau dimakan pada hari yang sudah ditentukan itu berbahan dasar sagu.
Selain ada hari yang dikhususkan untuk makan papeda atau ‘papeda days’, semua instansi pemerintah yang mengadakan acara atau berkegiatan, juga wajib menyediakan papeda sebagai salah satu menu utama.
Bila perlu setiap tahun ada festival sagu atau papeda. Dalam festival tersebut warga bisa datang berbondong-bondong membawa berbagai panganan berbahan dasar sagu untuk dilombakan atau dimakan bersama, seperti halnya tradisi Makan Patita di kepulauan Maluku.
Bila ide semacam ini berjalan, papeda diangkat lagi dan menjadi kegemaran masyarakat, –tidak seperti fenomena saat ini kerap dianggap makanan pinggiran– tentu ekonomi warga juga ikut tumbuh dan berkembang.
Hutan-hutan sagu yang selama ini seperti tak bernilai, dan kerap diabaikan, akan kembali menjadi sumber ekonomi warga, seiring tingginya permintaan pasar.
Sesuatu yang tentunya afirmatif, mengingat sagu atau papeda juga dikenal memiliki kandungan nutrisi yaitu karbohidrat murni. Masuk dalam kategori makronutrien yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah banyak. Sebagai bahan energi dan meningkatkan fungsi otak.
Sagu atau papeda memang diketahui mengandung lemak jenuh yang rendah. Juga tak membutuhkan pupuk kimiawi sehingga tergolong makanan organik yang sehat dan ramah lingkungan.
Bahkan sejumlah kajian juga menyimpulkan bahwa sagu dapat pula mengatasi krisis energi, menjadi energi alternatif, di antaranya sebagai bioetanol.
Itu artinya, sagu tidak saja sebagai bahan pangan potensial, namun juga dapat dikembangkan dalam berbagai produk turunan yang bernilai, menjawab kebutuhan manusia.
Sudah waktunya sagu atau papeda diberi proporsi. Sosialisasi atau gerakan untuk kembali mengkonsumsi sagu atau papeda harus semakin gencar dilakukan, termasuk pula dibudidayakan.
Menjadi penting dan strategis untuk menghidupkan kembali pangan lokal yang satu ini. Selain akan berkontribusi nyata terhadap ketahanan pangan, juga untuk membuka mata banyak orang, bahwa makanan dari timur Indonesia ini tak kalah dengan dari daerah atau negara lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.