PADANG, KOMPAS.com - Masyarakat Minangkabau sebenarnya memiliki Undang-Undang (UU) Adat yang dikenal dengan Sumbang Duobaleh.
Namun sayangnya, UU ini tidak disosialisasikan kepada masyarakat sehingga dianggap tidak pernah ada.
Tokoh Adat dan Bundo Kanduang Sumatera Barat, Prof Raudha Thaib mengungkapkan, UU Adat sebagai penjabaran terhadap Adat Nan Diadatkan terbagi empat kelompok. Yakni, UU Nan Duopuluah, UU Luhak jo Rantau, UU Nagari, dan UU Dalam Nagari.
Baca juga: Mengenal Batombe, Tradisi Berbalas Pantun dari Minangkabau: dari Asal usul hingga Tata Cara
"UU Nan Duopuluah mengatur masalah hukum pidana, tanpa mencantumkan sanksi hukum atau ancaman kepada pelanggar," kata Raudha saat Diskusi Bersama Tokoh Adat Sumatera Barat dengan tema "Lapuak-lapuak Dikajangi, Usang-usang Dipabarui," Senin (20/3/2023) di Aula Gedung LKAAM Sumbar.
Menurut Raudha, jika seseorang melakukan pelanggaran, maka yang memikul hukuman suku atau kaumnya. Suku atau kaumnya yang memberikan hukuman.
“Jika tidak teratasi oleh kaum atau sukunya, pelaku diserahkan kepada raja. Dia dijadikan orang hukuman atau abdi yang mengabdi kepada raja,” ungkap Raudha.
Baca juga: Terdampak Cuaca Buruk, Pesawat Lion Air Gagal Mendarat di Bandara Minangkabau
UU Nan Duopuluah terbagi dalam dua bagian. Yaitu, UU Nan Salapan dan UU Nan Duobaleh. UU Nan Salapan memuat keterangan tentang jenis kejahatan dan tertuju pada laku perangai (fiil) yang terdiri dari 8 pasal.
Berikutnya sumbang terdiri atas 12 yang disebut dengan Sumbang Duobaleh.
Yakni sumbang duduak, sumbang tagak, sumbang bajalan, sumbang kato, sumbang tanyo, sumbang jawek, sumbang caliek, sumbang makan, sumbang pakai, sumbang karajo, sumbang diam/tingga, dan sumbang kurenah.
Raudha Thaib mengungkapkan, Sumbang Duobaleh ini perlu diterapkan.
“Sosialisasikan Sumbang Duobaleh ini. Bahwa, kita ini punya UU adat, salah satunya mengatur tentang perangai anak laki-laki dan perempuan. Ini yang perlu diberitahu kepada ninik mamak,” ungkap Raudha.
Raudha Thaib juga menambahkan, sebenarnya sudah ada Forum Puti Bungsu dan Bundo Kanduang yang bisa berperan menyosialisasikan Sumbang Duobaleh ini.
Bahkan, Bundo Kanduang sudah menggelar sosialisasi dalam bentuk lomba, teater, dan lagu. Namun menurutnya, perlu ada program-program untuk menyosialisasikannya.
“Ini sangat penting sekali dalam zaman sekarang yang amburadul ini. Sementara kita punya tatanan yang sangat luar biasa yang tidak diinterpretasikan dan tidak diberi tahu,” ungkap Raudha.
Aturan Sumbang Duobaleh ini menurutnya sesuai aturan agama. Jadi, jika dalam kehidupan sehari-hari sudah menjalankan aturan agama, maka sudah menjalankan UU adat dan budaya Sumbang Duobaleh ini.