SEMARANG, KOMPAS.com-Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88 AT) Polri menangkap lebih dari 2.000 narapidana teroris (napiter) selama 20 tahun terakhir.
Hal itu disampaikan Kepala Densus 88 AT Polri Irjen Pol Mathinus Hukom usai menjadi pemateri di Kuliah Umum Kebangsaan tentang "Bahaya Virus Propaganda Radikalisme Terorisme di Media Sosial" di Soegijapranata Catolic University Semarang, Senin (20/3/2023).
"Banyak sekali (napiter yang ditangani) jumlahnya enggak bisa dihitung, ada 2 ribu lebih kita tangkap dari 2002 sampai sekarang," ungkap Mathinus kepada Kompas.com.
Baca juga: Diduga Terlibat Jamaah Islamiyah, 5 Warga Sulteng Diamankan Densus 88
Menurutnya, dahulu yang dijadikan kiblat para napiter di Indonesia ialah Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Namun dengan perkembangan teknologi, kini propaganda bergeser melalui media sosial.
"Dengan media sosial ini kita enggak tahu nih dimana mereka berada kan, kadang-kadang tempat persembunyian mereka melakukan propaganda sangat kompleks sekali," bebernya.
Baca juga: Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Sleman, Bupati: Perlu Penguatan Kembali tentang Toleransi
Bila membicarakan radikalisme di ruang siber, ia menilai patronnya menjadi sangat abstrak. Pasalnya orang dibalik propaganda tidak nyata. Sehingga perlu kesadaran masyarakat beretika di dunia maya.
Pihaknya menambahkan, semua platform media sosial berpotensi untuk dijadikan tempat propaganda radikalisme bagi semua umat beragama.
"Saya pikir trend baru adalah sosial media ya, kalau kita bicara tentang media sosial inikan adalah sarana komunikasi, sesuai dengan jenis-jenis platformnya," tambahnya.
Bila baginya Facebook identik merekatkan kembali hubungan pertemanan dan keluarga, Twitter menjadi tempat berbagi gagasan. Celah dan karakteristik setiap platform medsos itulah yang biasanya dimanfaatkan untuk propaganda.
"Sepanjang media sosialnya ada ya, trend ini akan tetap ada. Tapi bagaimana kita menyikapi itu, bagaimana kita beretika dalam berkomunikasi di media sosial itu sangat penting, sebagai kunci agar kita tidak termakan oleh propaganda dan kita tidak terprovokasi melakukan propaganda di media sosial," tegasnya.
Lebih lanjut, pihaknya menilai agenda siapapun dapat ikut terlibat di dalamnya. Untuk itu, ia menegaskan kepada para mahasiswa agar turut melakukan analisa mendalam terhadap fenomena di media sosial.
Kemudian, memberikan pesan-pesan moral kepada publik, ataupun masukan kepada pemerintah dengan menerapkan etika bermedia sosial dan menciptakan ruang aman di dunia digital.
Sekda Jateng Sumarno senada soal itu. Saat membuka acara, ia mengimbau ratusan mahasiswa yang hadir agar tidak mudah terpolarisasi dan bijak dalam bermedia sosial. Apalagi ikut memperkeruh situasi di dunia maya.
"Saat ini kan fitnah itu bukan saja disebarkan dari mulutke mulut, tapi juga dari jari-jari kita saat menggunakan media sosial. Makanya jangan sampai terpolarisasi," tandasnya.
Dalam acara tersebut, hadir Rektor Unika Ferdinandus Hindiarto. Kemudian dua mantan napiter ikut menjadi pemateri dan membagikan pengalamannya kepada para mahasiswa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.