LAMPUNG, KOMPAS.com - Hari ulang tahun (Harlah) ke-59 Provinsi Lampung menyisakan sejumlah pekerjaan rumah bagi pemerintah setempat, terlebih masalah lingkungan.
Beberapa "kado pahit" ini bahkan tak terselesaikan sejak tiga tahun ke belakang.
Berdasarkan arsip pemberitaan Kompas.com, permasalahan lingkungan yang paling menyita perhatian publik adalah pencemaran pesisir Lampung dan kebakaran hutan.
Baca juga: Perampokan Bank Arta Lampung: Kronologi, Identitas Pelaku, dan Jumlah Korban
Limbah hitam menyerupai minyak dan oli tersebar hampir di seluruh pesisir Lampung mulai dari pantai timur hingga pesisir barat.
Pencemaran pesisir ini diketahui sejak tahun 2020 hingga Juli 2022. Tercatat, sebanyak empat kali limbah minyak ini mencemari laut Lampung.
Dari catatan Walhi Lampung, pada 2020 terjadi di perairan Lampung Timur.
Baca juga: Ketua RT yang Bubarkan Ibadah Gereja di Lampung Jadi Tersangka, Sempat Minta Maaf dan Peluk Jemaat
Kemudian pada 2021 pencemaran terjadi di lima kabupaten yakni Lampung Selatan, Lampung Timur, Tanggamus, Pesawaran, dan Pesisir Barat.
Pada Maret 2022, terjadi pencemaran di Pesisir Bandar Lampung dan terakhir di Perairan Lampung Timur (Juli).
Dari empat kejadian, material limbah yang mencemari Pesisir Lampung memiliki kesamaan, yaitu berwarna hitam dan bertekstur seperti oli atau ter (aspal).
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, belum tuntasnya masalah pencemaran, membuat kredibilitas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menjadi pertanyaan.
Apalagi Provinsi Lampung baru merayakan ulang tahun ke 59 pada 17 Maret 2023.
“Usia 59 bukan usia yang muda, masuk fase emas, kepimpinan gubernur sekarang juga sudah masuk tahun keempat, jadi memang ada cukup banyak isu lingkungan hidup yang masih jadi PR (pekerjaan rumah) besar bagi pemprov.
Menurut Irfan, hingga saat ini belum terlihat ada upaya hukum yang pasti dan gebrakan progresif dari pemerintah dalam menyelesaikan PR itu.
“Banyak isu lingkungan yang belum jelas penyelesaiannya, dari pencemaran laut, tambang emas, pasir, hingga kebakaran hutan,” kata Irfan.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh mengesampingkan masalah pencemaran seakan hanya kejadian biasa dan seolah menutupi kesalahan yang dilakukan pelaku kejahatan lingkungan.