Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Perempuan NTT Melestarikan Kain Tenun Puncatiti

Kompas.com - 14/03/2023, 09:08 WIB
Markus Makur,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

CONGKAR, KOMPAS.com– Anastasia Ninging (50), Regina Inus (54), dan Petronela Evi (46) duduk sambil merentangkan kaki di lantai semen di sebuah rumah di Kampung Wangkar, Desa Ranamese, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Jemari mereka bergerak lincah di atas alat penenun dari kayu dan bambu.

Baca juga: Kain Tenun Gringsing, Satu-satunya Tenun Ikat Ganda Asli Indonesia

Tiga perempuan tersebut sedang membuat kain tenun Puncatiti. Keterampilan menenun kain Puncatiti ini diwariskan oleh orang-orang terdahulu di Kecamatan Congkar, Manggarai Timur.

Selain untuk keperluan adat, banyak masyarakat setempat menggantungkan hidup dari menenun kain Puncatiti.

"Saya biasa dedang (menenun) kain tenun Puncatiti pada pagi hari dan sore hari. Sebelum berangkat kerja di sawah dan kebun, saya bangun subuh untuk dedang. Kemudian saya melanjutkan pada sore hari," ujar Anastasia Ninging kepada Kompas.com, Senin (14/3/2023).

Baca juga: Hindari Klaim Negara Lain, Wagub NTT Minta Kain Tenun Didaftarkan ke Kemenkumham

Anastasia menjelaskan, pekerjaan pokoknya adalah bekerja di kebun dan sawah, sedangkan menenun merupakan kerja sampingannya.

"Kalau ada orang yang pesan kain Puncatiti, baru saya kerjakan pesanan tersebut," jelasnya.

Namun menurutnya, ada pula masyarakat yang hanya bekerja menenun kain.

Belajar dari sang ibu

Anastasia Ninging(50), seorang penenun kain tenun Puncatiti di Kampung Wangkar, Desa Ranamese, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Sabtu, (11/3/2023) sedang menenun kain tenun Puncatiti. (KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Anastasia Ninging(50), seorang penenun kain tenun Puncatiti di Kampung Wangkar, Desa Ranamese, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Sabtu, (11/3/2023) sedang menenun kain tenun Puncatiti. (KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)

Anastasia menjelaskan, dia belajar membuat kain tenun Puncatiti dari sang ibu semenjak tamat dari Sekolah Dasar (SD).

Bermula melihat tangan sang ibu bekerja, Anastasia mulai praktik hingga tangannya piawai menenun.

Satu kain tenun Puncatiti bisa diselesaikan dalam dua minggu atau satu bulan tergantung waktu kosongnya.

"Awalnya saya melihat mama menenun. Saya duduk di sampingnya. Jadi melihat sambil belajar. Di saat itulah mama mengajarkan saya cara dedang kain tenun puncatiti, hingga saya bisa menenun seperti sekarang ini," jelasnya.

Saat ini, lanjut Anastasia, ia bisa menghasilkan dua kain tenun puncatiti dalam sebulan.

Selama dua minggu menghasilkan satu kain, tergantung waktu kosong," jelasnya.

Harga kain tenun Puncatiti

Anastasia menjelaskan, ia biasa menjual kain Puncatiti dengan harga Rp 600.000 untuk satu lembar kain.

"Kalau dihitung-hitung harga jual dan beli bahannya, keuntungan saya tidak banyak karena proses menenun itu membutuhkan waktu lama dan sangat sulit. Butuh kesabaran, ketenangan dan fokus untuk menghasilkan satu kain tenun puncatiti," jelasnya.

Penenun kain Puncatiti lainna, Regina Inus mengatakan, baginya menenun kain puncatiti sama artinya melestarikan warisan leluhur.

"Saya tahu menenun sejak tamat Sekolah Dasar tahun 1983. Saya juga belajar menenun dari mama saya. Kini saya bisa dedang dengan beberapa motif sesuai pesanan," jelasnya.

Dari Kiri ke kanan-Petronela Evi (46) dan Regina Inus (54) sedang memegang kain tenun Puncatiti hasil karya tangan .mereka di Kampung Wangkar, Desa Ranamese, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Sabtu, (11/3/2023). (KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Dari Kiri ke kanan-Petronela Evi (46) dan Regina Inus (54) sedang memegang kain tenun Puncatiti hasil karya tangan .mereka di Kampung Wangkar, Desa Ranamese, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Sabtu, (11/3/2023). (KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)

Regina menjelaskan, warna dasar kain tenun puncatiti adalah warna hitam dengan delapan motif.

Kedelapan motif itu dalam bahasa Congkar yaitu, motang ringgik, matang tondang, akik leka, saung tidam, matang tondang hum sua, akik leka hum empat, wela runus dan Kali ruit.

"Saya dan mama-mama di Kampung Wangkar sudah bisa menenun delapan motif ini. Biasanya satu motif yang lebih menonjol di satu kain puncatiti. Memang dalam satu kain itu ada delapan motif, namun, satu yang lebih menonjol untuk bisa membedakannya," jelasnya.

Regina menjelaskan, motif kain tenun puncatiti berbentuk garis lurus dari atas ke bawah.

Baca juga: [POPULER NUSANTARA] Istri Gubernur NTT Bagikan Makanan Gratis ke Siswa yang Masuk Pukul 05.30 | Klaim Pengacara Soal Mobil Penabrak Mahasiswi Cianjur

Ini yang membedakan kekhasan kain tenun puncatiti dengan kain tenun lainnya di wilayah Manggarai Raya.

"Dulu saat saya belajar menenun, mama saya memberi pesan bahwa anak perempuan harus bisa menenun supaya merawat, melestarikan dan menjaga warisan nenek moyang, khususnya kaum perempuan di kampung (anak loe, pecing dedang, tuing anak loe dedang). Selain itu, hasil kain tenun bisa menghasilkan uang untuk membeli beras, jagung dan keperluan adat istiadat," jelasnya.

"Kalau saya fokus menenun untuk sebulan bisa menghasilkan uang sebesar Rp 1.800.000; kalau dijual dengan harga Rp 600.000; tetapi kadang-kadang tidak ada pemasukkan tergantung orang pesan," lanjut dia.

Baca juga: Sempat Dirawat 3 Pekan Usai Ditikam Suami, IRT di Kupang Meninggal Dunia

Biaya pendidikan anak

Regina menjelaskan, hasil penjualan kain tenun Puncatiti dipakai untuk biaya pendidikan anak sekolah dan menopang ekonomi keluarga.

Regina juga melatih anak perempuannya hingga sang anak sudah bisa menenun.

Anak gadisnya itu sudah mengikuti pelatihan menenun di pusat Industri Kecil Menengah (IKM) Rana Tonjong. Tapi anak gadisnya itu kini merantau ke Kalimantan.

Sedangkan satu anak yang lain sedang mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas di Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai.

"Kesulitan mewariskan dan melatih anak gadis di kampung ini yakni mereka mengenyam pendidikan SMA di perkotaan. Selain itu anak gadis tidak banyak yang berminat menenun lagi," jelasnya.

Regina menjelaskan, khusus untuk Kampung Wangkar, ada kurang lebih 100 perempuan penenun kain tenun Puncatiti.

Baca juga: Cerita di Balik Kain Tenun Kamohu, Dibuat Perempuan di Bawah Rumah Panggung

Sedangkan penenun lainnya, Petronela Evi menjelaskan pada zaman dulu, empat kain tenun puncatiti bisa ditukar dengan seekor kuda untuk keperluan adat istiadat. Selain itu, kain tenun puncatiti bisa tukar dengan sebidang tanah.

"Kain tenun puncatiti di zaman dulu bahannya dari olahan kapas sehingga tidak luntur saat dicuci, beda dengan bahan benang yang beli di toko, kainnya bisa luntur saat dicuci," jelasnya.

Para penenun kain berharap lembaga pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas melatih siswi untuk menenun kain tenun puncatiti supaya warisan ini terus menerus berlanjut bagi generasi berikutnya.

"Kami sangat khawatir dengan usia kami saat ini bahwa suatu saat kain tenun puncatiti hilang. Apalagi anak gadis masih belajar di sekolah yang jauh dari Kampung Wangkar," harapannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bea Cukai Temukan Truk Berisi Jutaan Batang Rokok Ilegal Tak Bertuan di Kalbar

Bea Cukai Temukan Truk Berisi Jutaan Batang Rokok Ilegal Tak Bertuan di Kalbar

Regional
Siswi SMA yang Simpan Bayinya di Koper Ternyata Sedang Magang

Siswi SMA yang Simpan Bayinya di Koper Ternyata Sedang Magang

Regional
TKW Asal Cianjur Diduga Jadi Korban Kekerasan Majikan di Irak, Kini Minta Dipulangkan ke Indonesia

TKW Asal Cianjur Diduga Jadi Korban Kekerasan Majikan di Irak, Kini Minta Dipulangkan ke Indonesia

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Regional
2 Perempuan Indonesia Kabur Saat Hendak Dijadikan Penghibur di Malaysia

2 Perempuan Indonesia Kabur Saat Hendak Dijadikan Penghibur di Malaysia

Regional
[POPULER REGIONAL] Rencana Satyalancana untuk Gibran dan Bobby | Demi Anak, Ayah Nekat Curi Susu

[POPULER REGIONAL] Rencana Satyalancana untuk Gibran dan Bobby | Demi Anak, Ayah Nekat Curi Susu

Regional
Kantor UPT Dishub di Pulau Sebatik Memprihatinkan, Tak Ada Perbaikan Sejak Diresmikan Menteri Harmoko

Kantor UPT Dishub di Pulau Sebatik Memprihatinkan, Tak Ada Perbaikan Sejak Diresmikan Menteri Harmoko

Regional
Pilkada Solo, PKS Lakukan Penjaringan Bakal Cawalkot dan Siap Berkoalisi

Pilkada Solo, PKS Lakukan Penjaringan Bakal Cawalkot dan Siap Berkoalisi

Regional
Pembangunan Tanggul Sungai Wulan Demak Pakai Tanah Pilihan

Pembangunan Tanggul Sungai Wulan Demak Pakai Tanah Pilihan

Regional
19,5 Hektar Tanaman Jagung di Sumbawa Terserang Hama Busuk Batang

19,5 Hektar Tanaman Jagung di Sumbawa Terserang Hama Busuk Batang

Regional
Golkar Jaring Bakal Calon Bupati Sleman, Ada Mantan Sekda dan Pengusaha Kuliner yang Ambil Formulir

Golkar Jaring Bakal Calon Bupati Sleman, Ada Mantan Sekda dan Pengusaha Kuliner yang Ambil Formulir

Regional
Viral, Brio Merah Halangi Laju Ambulans, Pengemudi Berikan Penjelasan

Viral, Brio Merah Halangi Laju Ambulans, Pengemudi Berikan Penjelasan

Regional
Cemburu Pacarnya 'Di-booking', Warga Lampung Bacok Pria Paruh Baya

Cemburu Pacarnya "Di-booking", Warga Lampung Bacok Pria Paruh Baya

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com