JAKARTA, KOMPAS.com – Memulai langkah pertama sebagai Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Halikinnor langsung dihadapkan dengan urgensi penanganan pandemi Covid-19.
Saat dilantik pada Februari 2021, kasus Covid-19 di Indonesia mencapai puncaknya.
Seluruh tenaga, sumber daya manusia, serta dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dikerahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan masyarakat terdampak.
Tantangan lain yang harus dihadapi Halikinnor adalah pemulihan ekonomi.
Sebab, pendapatan masyarakat, termasuk di Kotim, selama pandemi Covid-19 menurun akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Tak hanya itu, per September 2022, tingkat inflasi Kabupaten Kotim juga mencapai 1,43 persen.
Baca juga: Jurus Wali Kota Banjarmasin Menata Pemukiman dan Transportasi Sungai
Untuk menanggulangi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotim pun menggelar sejumlah program, seperti membuat kebun cadangan, penyangga pangan, dan pasar murah.
Kegiatan tersebut turut melibatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) setempat.
“Kami juga sempat bertentangan dengan pemerintah pusat soal pemberlakuan jam malam saat pandemi Covid-19 yang mengharuskan restoran untuk tutup pukul 20.00. Padahal, kegiatan ekonomi di Kotim dimulai sejak sore hingga malam. Jadi, agar ekonomi tetap berjalan, saya perbolehkan untuk berjualan hingga malam asalkan tetap menjalankan prosedur kesehatan (prokes),” kata Halikinnor saat mengunjungi kantor Kompas.com di Jakarta, Senin (6/3/2023).
Upaya lain yang dilakukan Pemkab Kotim, lanjut dia, adalah membuat tax holiday untuk pelaku usaha baru, terutama UMKM, yang ingin memulai bisnis dan berinvestasi di Kotim.
Sistem bebas pajak ini diberlakukan selama enam bulan hingga satu tahun setelah masa awal berdiri.
“Kami juga membina UMKM lokal dengan memanfaatkan kearifan lokal. Dengan demikian, lambat laun pertumbuhan ekonomi masyarakat kembali meningkat,” ujar dia.
Setelah ekonomi masyarakat membaik, Halikinnor berfokus pada pengembangan ekonomi.
Salah satunya, pada sektor pertanian. Adapun langkah pertama yang dilakukan Pemkab Kotim adalah mengembangkan perkebunan dan pengolahan sawit yang kini menjadi komoditas andalan masyarakat.
“Sebenarnya, komoditas lokal kami adalah karet dan rotan. Akan tetapi, sejak pemberlakuan larangan ekspor karet dan rotan, kedua komoditas ini menjadi anjlok. Oleh karena itu, kami ganti (sektor penanaman) dengan sawit. Lahan sawit pun telah ditata sehingga hanya boleh ditanam di wilayah utara. Hal ini agar tidak terjadi kerusakan lingkungan,” ujar dia.
Selain menggerakkan roda ekonomi, Halikinnor juga menaruh perhatian pada pelayanan masyarakat.
Hal ini dimulai dengan memberikan pelayanan masyarakat yang cepat, mudah, dan efisien, lewat sistem digital.
“Kami berlakukan sistem digital bersamaan dengan penandatanganan Kotim sebagai smart city. Setiap organisasi perangkat daerah (OPD) melayani masyarakat melalui aplikasi. Jadi, masyarakat desa yang ingin mengurus administrasi tak perlu datang ke kelurahan,” ujar Halikinnor.
Selain itu, lanjut dia, ada pula aplikasi Smart Tax khusus pembayaran pajak.
Aplikasi ini dibuat karena banyak pemilik tanah di Kotim yang tidak membayar pajak lantaran tinggal di luar kota.
“Mereka enggan bayar pajak karena harus langsung datang ke kantor pajak Kotim. Di sisi lain, akses untuk ke Kotim susah. Jadi, kami putihkan dendanya, lalu kami arahkan mereka untuk membayar pajak lewat aplikasi,” kata Halikinnor.
Baca juga: Aspal Buton Punya Kualitas Wahid, Gubernur Sultra Ali Mazi Optimalkan Potensinya
Berkat sistem tersebut, kata dia, pemilik tanah yang tinggal di luar kota menjadi rajin membayar pajak karena bisa diakses di mana saja tanpa harus datang ke Kotim terlebih dahulu.
Selain aplikasi yang memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan administrasi, Pemkab Kotim juga memiliki aplikasi yang digunakan untuk menyimpan arsip dan data anggaran dana.
“Jadi, ada transparansi. Masyarakat tak perlu was-was dengan kinerja dan aliran dana yang diurus oleh Pemkab Kotim,” kata dia.
Berkat pemberlakuan transparansi lewat sistem digital, dua desa di wilayah Kotim dicalonkan untuk menjadi desa antikorupsi.
Saat ini, kedua desa ini sedang diobservasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sementara itu, untuk desa-desa yang masih memiliki blank spot, Halikinnor mengakui bahwa pihaknya masih mengupayakan agar segera bisa mengakses internet.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.