KOMPAS.com - Seorang mantan pekerja migran Indonesia mengaku mengalami penyiksaan kejam lebih dari delapan tahun lalu di tangan majikannya di Malaysia.
Inilah cerita bagaimana dia mencoba bertahan hidup dan upayanya untuk menyelamatkan diri dari tempat yang ia sebut neraka.
Ia memberikan rincian penyiksaan yang ia alami selama delapan bulan.
Kesaksiannya didukung oleh laporan medis, dokumen pengadilan, cerita sejumlah tetangga, dan petugas kedutaan Indonesia di Malaysia yang melihatnya tak lama setelah diselamatkan.
Peringatan: Artikel ini berisi rincian penyiksaan fisik dan dapat menganggu kenyamanan Anda.
Setiap kali bangun pagi, Meriance hanya memusatkan pikirannya pada satu hal. Bagaimana ia dapat melewati hari itu.
Wajahnya menghitam karena bengkak akibat hantaman sang majikan. Dia mengatakan hampir sekujur tubuhnya menjadi sasaran penyiksaan.
Baca juga: Kisah Meriance, Pekerja Migran Indonesia yang Selamat dari Neraka di Malaysia, Disiksa Secara Kejam
Namun, dia mengatakan tidak pernah memikirkan rasa sakit yang tak terkira atas kejadian delapan tahun lalu itu.
Yang ada di benak ibu empat anak asal desa terpencil di Nusa Tenggara Timur itu adalah bagaimana caranya bertahan hidup. Wajah anak-anaknya menjadi penguat untuk bertahan.
Pengadilan Indonesia - yang sudah inkrah dari Pengadilan Negeri Kupang sampai Mahkamah Agung - menyatakan dua orang, Tedy Moa dan Piter Boki bersalah karena merekrut dan memperdagangkan Meriance Kabu.
Putusan pengadilan menyebutkan Meriance dikirim sebagai pembantu rumah tangga untuk Ong Su Ping Serene. Sang majikan yang kemudian menyiksanya sehngga Meri harus dirawat di rumah sakit.
Baca juga: Mafia Perdagangan Pekerja Migran Asal NTT, Modus Rayuan Surgawi hingga Penyiksaan (1)
Untuk mendapatkan air bersih sekalipun, warga desa harus berjalan jauh.
Meriance memutuskan mengikuti tawaran bekerja ke Malaysia untuk membantu ekonomi keluarga yang ia sebut sangat kekurangan.
"Agar anak-anak tidak nangis lagi minta makanan atau bisa punya uang jajan seperti anak-anak lain," kata dia.
Suaminya ketika itu bekerja sebagai tukang batu di proyek-proyek bangunan dengan nafkah tak cukup untuk menghidupi empat anaknya yang saat itu masih kecil-kecil.
Bekerja di negeri seberang bahkan sempat membuatnya berani bermimpi untuk punya rumah sendiri suatu saat kelak setelah kembali.
Baca juga: Mafia Perdagangan Pekerja Migran Asal NTT, Jaringan Berlapis dari Desa hingga Malaysia (2)
Saat tiba di Kupang setelah direkrut dari desa, harapan Meri untuk hidup lebih baik semakin meningkat. Pihak perekrut, kata Meri, membelikannya baju dan keperluan lain.
Namun Meri bercerita, mereka juga mengambil telepon selulernya
Meriance direkrut dari Desa Poli di Timor Tengah Selatan, kampung terpencil di Nusa Tenggara Timur.
Suami dan orang tua Meri mengatakan mereka tak ada kontak lagi setelah dia pergi dari desanya.
Mereka tidak mendengar kabar apapun darinya dari awal April 2014 sampai tanggal 24 Desember tahun itu, saat mereka mendapatkan kabar dari petugas Badan Perlindungan Pekerja Migran, yang menyampaikan berita dari KBRI Malaysia.
"Satu hari menjelang Natal saya mendapat kabar," kata Karfinus Tefa, suami Meri.
Baca juga: Kisah Pilu 4 Balita Anak PMI Ilegal Asal NTT, Ibu Dibunuh dan Ayah Ditahan Polisi Malaysia
"Saya sangat terkejut saat mereka menunjukkan foto Meri di rumah sakit. Saya tidak mengenalinya," kata Karfinus.
Saat Meri tiba di Malaysia pada minggu ketiga April 2014, paspornya diambil agen dan diserahkan ke majikan, kata Meriance.
Pejabat KBRI mengatakan kepada BBC, langkah ini adalah praktik yang biasa dilakukan oleh para pelaku perdagangan manusia.
Namun demikian, Meriance masih bersemangat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.