Terduga pelaku yaitu mantan majikannya Ong Su Ping Serene dilepaskan tanpa dibebaskan (DNAA - discharge not amounting to an acquittal) oleh pengadilan Malaysia pada Oktober 2017, dengan tiga dakwaan, yaitu penyiksaan, perdagangan manusia, dan pelanggaran keimigrasian.
"Masih belum jelas kelanjutan kasus Ong Su Ping Serene dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan cambuk itu," kata Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono.
Sementara itu, Piter Boki selaku perekrut lapangan Meriance dari desanya di NTT, telah dipenjara karena membantu melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan vonis tiga tahun pada 2018.
Pelaku lain yang berperan menjadi penampung di Kupang dan mengurus keberangkatan ke Malaysia, yaitu Theodorus Fransiskus Moa alias Tedy Moa (petugas lapangan PT Malindo Mitra Perkasa) juga telah divonis lima tahun penjara.
Baca juga: Uang Pemulangannya Dibawa Lari, Mayat Buruh Migran Asal Lampung Tertahan di Bandara Soetta
Selain terlibat dalam kasus Meriance, Tedy Moa pernah dipenjara sebelumnya karena melakukan perekrutan dan pemalsuan dokumen dua perempuan di bawah umur untuk menjadi calon PMI.
Dua tersangka lain, yaitu Asnat Tafuli dan Lisa To, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Oknum-oknum lain di kasus Meriance yang diduga berperan dalam mengurus pembuatan dokumen, pengiriman secara ilegal dari Batam ke Malaysia, hingga praktik perdagangan PRT di Negeri Jiran tidak terlacak.
Sabtu malam, awal April 2014. Meriance masih ingat betul, ada dua tamu yang datang ke rumahnya di Desa Poli, Amanatul Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.
Mereka adalah Piter Boki dan Asnat Tafuli yang mengaku berasal dari persekutuan doa, orang-orang yang langsung dia percaya.
Meriance bercerita, pada malam itu, para perekrut bersikap layaknya utusan Tuhan yang mengumbar "rayuan surgawi".
"Mereka bilang roh kudus berbisik dan menyebut nama saya untuk pergi kerja di Malaysia. Saya ini orang desa yang tidak tahu apa-apa, dan percaya dengan mereka yang membawa nama Tuhan. Saya tidak curiga sama sekali," ceritanya.
Pada malam itu, mengutip putusan pengadilan atas Piter Boki, Asnat Tafuli berkata ke Meriance, "Kamu jangan takut, sebelum ke sini kami sudah berdoa, dan orang yang saat itu berdoa mengatakan bahwa di kampung ini ada orang yang mau ikut bekerja."
Baca juga: Kemenlu Masih Tunggu Laporan KBMB Soal Penyebab 25 Buruh Migran Indonesia Meninggal di Sabah
"Nanti kamu akan mendapatkan bos yang baik di Malaysia… Jangan bawa apa-apa, semua bos yang urus dan bos yang tanggung."
Tidak hanya Meriance, mereka juga merekrut saudari iparnya, Jeni Silla.
Bermodal Kartu Tanda Penduduk (KTP), mereka meninggalkan desanya, yang tidak memiliki sinyal telekomunikasi dan akses jalan rusak berbatu besar, menuju Kupang, ibu kota Provinsi NTT.
Di Kupang, Piter Boki lalu menyerahkan Meriance dan Jeni Silla ke Tedy Moa dan Lisa To usai mendapatkan bayaran, seperti tertera dalam dokumen pengadilan.
Meriance mengatakan, Tedy Moa adalah pihak yang mengurus proses pembuatan paspornya.
Saat di kantor imigrasi, Meriance mengaku dibantu oleh seorang petugas kenalan Tedy Moa untuk mengisi identitas dan pemotretan foto.
Di dalam putusan pengadilan, Tedy mengatakan, "Ibu [Meriance] menunggu saja di rumah sampai pengurusan dokumen Ibu selesai baru Ibu diberangkatkan".
Kemudian, Tedy juga disebut menghubungi pelaku lain di Batam untuk mengatur penyeberangan ke Malaysia. Tedy mengatakan ke Meriance, "Nanti transit di Surabaya, dan di Batam sudah ada orang yang menjemput".
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.