KOMPAS.com - Benteng Duurstede adalah sebuah benteng Portugis yang menjadi objek wisata sejarah di Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah.
Keberadaan Benteng Duurstede tidak lepas dari kekayaan hasil bumi Pulau Saparua yang pada saat itu dikenal sebagai daerah penghasil cengkeh.
Baca juga: Benteng Van der Wijck: Sejarah, Fungsi, dan Keunikan Bangunan
Benteng Duurstede diketahui menjadi salah satu peninggalan masa penjajahan yang ada di Maluku selain Benteng Amsterdam di Pulau Ambon, Benteng Belgica di Pulau Banda, dan Benteng Victoria di Pusat Kota Ambon.
Bangunan benteng ini menempati puncak sebuah bukit karang setinggi tujuh meter dan menghadap ke arah timur.
Hingga saat ini, kokohnya bangunan Benteng Duurstede masih dapat terlihat dari empat desa yaitu Paperu, Booi, Siri Sori Islam di Saparua serta Gunung Saniri di Negeri Tuhaha.
Baca juga: Benteng Van den Bosch, Uniknya Pertahanan Belanda di Tempuran Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun
Dilansir dari laman Balai Pelestarian Nilai Budaya ambon, Benteng Duurstede dibangun sekitar abad ke-17 tempatnya pada tahun 1676 oleh pasukan Portugis.
Pembangunan benteng ini pertama kali dilakukan oleh Arnold de Vlaming van Duuds Hoorn.
Baca juga: Benteng Kuto Besak, Pusat Kesultanan Palembang di Tepi Sungai Musi
Sayangnya pada tahun 1691, benteng ini berhasil direbut oleh Belanda dan kemudian dilanjutkan pembangunannya pada oleh Gubernur Nicholaas Schaghen.
Oleh Belanda, benteng ini kemudian diberi nama Duurstede yang berarti ‘kota mahal’.
Benteng Duurstede sempat berfungsi sebagai bangunan pertahanan serta pusat pemerintahan serikat dagang milik Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) selama menguasai wilayah Saparua.
Namun kedatangan Inggris pada tahun 1796 yang mengambil alih kekuasaan Pulau Saparua turut berdampak pada penguasaan Benteng Duurstede.
Belanda akhirnya bisa kembali menguasai Benteng Duurstede pada 1803, namun setelah peperangan benteng ini kembali jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1810.
Hingga pada tahun 1817 pasukan Inggris harus menyerahkan seluruh Maluku termasuk Saparua kembali kepada Belanda.
Benteng Duurstede juga menjadi salah saksi bisu Perang Pattimura, sebuah peristiwa sejarah sebagai merupakan bentuk perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin Kapitan Pattimura.
Dilansir dari laman vredeburg.id, pada 15 Mei 1817 pasukan Kapitan Pattimura yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda berhasil merebut Benteng Duurstede.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.