SEMARANG, KOMPAS.com- Sekumpulan warga RW 3 Ngaliyan, Kota Semarang, memiliki cara berbeda dalam membantu sesama, terlebih kepada warga yang mengalami kesulitan ekonomi.
Sejak 2007, sekumpulan jemaahh Masjid At-Taqwa itu membentuk suatu gerakan yang diberi nama Gerakan Seribu Rupiah (GSR).
Dalam perjalanannya, GSR memiliki beragam cara dalam menghimpun bantuan warga. Beberapa diantaranya, melalui sedekah sampah, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), hingga pemanfaatan ecocare.
Baca juga: Gerakan Guna Ulang Jakarta, Ide untuk Bantu Problem Sampah di Ibu Kota
Sejumlah botol besar berisi cairan ecoenzym berjejer di depan rumah.
Selain itu, ada pula baju-baju tangan kedua yang bergantung, hingga tumpukan kardus yang tidak lagi terpakai.
Seluruh produk GSR itu bisa ditengok di salah satu rumah warga RW 3, tepatnya di Jalan Panembahan Senopati, Nomor 265, Ngaliyan, Kota Semarang.
Ketua GSR, Misbah Zulfa Elizabeth, mengatakan, gerakan yang diinisiasi oleh dirinya dan kawan-kawannya itu berawal dari rasa prihatin lantaran melihat banyak warga yang mengalami Pemutusan Hak Kerja (PHK).
Dia menyebut, PHK tersebut sangat berpengaruh pada kondisi kehidupan warga, terlebih yang tinggal di sekitar Masjid At-Taqwa Ngaliyan, Semarang.
"Kala itu kondisi perekonomian makro terdampak oleh resesi, krisis moneter. Banyak yang mengalami kesulitan ekonomi ataupun pendidikan. Trigger-nya, saat itu saya bertemu mahasiswa di depan kampus UIN. Dia cerita, tidak ada pemasukan, jadi dia tidak bisa bayar kuliah. Padahal zaman dulu, uang kuliah di UIN paling murah," jelas Eliz, sapaan akrabnya, kepada Kompas.com, Minggu (26/2/2023).
Baca juga: Kisah Dihu, Penyandang Disabilitas di Bandung Barat yang Kerap Bantu Warga Miskin Berobat
Atas dasar itu, Eliz mengajak para jemaah Masjid At-Taqwa untuk bergerak membantu masyarakat yang memiliki kesulitan serupa.
Gerakan tersebut bisa membantu warga dalam memberi beasiswa pendidikan, modal usaha, hingga bantuan kaum dhuafa.
Bahkan, hingga saat ini sudah ada sekitar 600 penerima bantuan.
"Yang diberi beasiswa itu warga sendiri, panti asuhan, dan warga luar yang mengajukan. Kita juga punya panti sendiri, Panti Kafalatul Yatama. Kalau dihitung dari 2007 sampai sekarang mungkin 600an ada," jelas dia.