MATARAM, KOMPAS.com- Ratusan warga Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) menggeruduk Kantor Gubernur NTB di Jalan Pejanggik Nomor 12, Kota Mataram, Rabu (22/2/2023).
Mereka menuntut Pemerintah Provinsi NTB atau Gubernur NTB menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas 75 hektare lahan di kawasan Gili Trawangan.
Baca juga: Buntut Curhatan Wisatawan Kena Catcalling di Gili Trawangan, Pemda Lombok Utara Akan Terbitkan SE
Warga meminta Gubernur NTB lebih mementingkan warga lokal dibanding investor asing.
Massa aksi juga mengancam akan mengusir investor asing yang mengelola kawasan wisata atas dasar kerja sama dengan Pemprov NTB.
Baca juga: Hilang Saat Menyelam di Gili Trawangan, Wisatawan Asal Amerika Serikat Ditemukan Meninggal
Ratusan warga datang membawa poster dan spanduk tuntutan sambil memprotes Gubernur NTB Zulkieflimansyah.
"Kami telah mengusai lahan ini sejak 1973, kami yang mulai membuka lahan, yang semula adalah hutan belantara, sarang nyamuk malaria, hingga kini menjadi salah satu kawasan wisata tercantik di dunia, lantas kenapa kami kini kembali terusir," kata warga bernama Zarnuddin (65), Rabu.
Harsat Hari, juru bicara warga Trawangan dengan tegas mengatakan bahwa warga Trawangan merasa ditipu oleh Gubernur NTB.
Baca juga: SAR Mataram Hentikan Pencarian WN Perancis yang Tenggelam di Perairan Gili Trawangan
Harsat mengatakan tuntutan utama mereka adalah meminta Hak Pengelolaah Lahan (HPL) dihapus dan segera menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) masyarakat.
Harsat menegaskan, terbitnya HPL tahun 1993 dinilai cacat hukum karena warga telah menguasai lahan dan mengelola lahan Gili Trawnagan sejak 1973.
"Solusi yang ditawarkan Gubernur NTB ini tidak bisa diterima karena seumur hidup kami berarti akan menyewa tanah itu pada pemerintah, landasan kami sebagai penduduk Trawangan tidak ada sama sekali, tidak ada artinya orangtua kami merintis dari tahun 1973 tapi tidak memiliki hak," kata Harsat.
Dia menjelaskan sejumlah investor asing yang sebelumnya menyewa pada warga yang mengelola lahan, kini tidak mau berurusan lagi dengan warga dan hanya akan menjalankan kesepakatan dengan Pemprov NTB.
Hal itu dinilai menimbulkan masalah apalagi mereka tetap ngotot beroperasi seperti sedia kala tanpa menghiraukan warga lokal.
"Mereka para investor asing itu mengklaim telah mengantongi izin dari pemerintah, jadi mereka yang mencari uang di lahan kami dan kami hanya menonton," kata Harsat.
Baca juga: Soal Curhat Wisatawan Mengalami Catcalling di Gili Trawangan, Ini Tanggapan Gubernur NTB
Harsat menjelaskan sampai saat ini tercatat 11 orang asing yang mengklaim bekerja sama dengan Pemprov NTB sejak tahun 2022.
Posisi masyarakat juga disamakan dengan warga asing investor yang menyewa lahan pemerintah. Di salah satu isi perjanjian kerja sama disebutkan pemerintah bisa memutus kontrak kapan saja jika pemerintah akan mengunakan lahan itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.