KOMPAS.com - Pulau Maitara yang berlokasi di antara Pulau Kota Ternate dan Pulau Kota Tidore, Provinsi Maluku Utara memang sangat memesona.
Bahkan lanskap pulau Maitara seluas 206 hektare itu pernah menghiasi uang pecahan Rp 1.000 emisi tahun 2000.
Baca juga: Benteng Oranje, Hadiah Sultan Ternate yang Jadi Benteng VOC Pertama di Indonesia
Lanskap Pulau Maitara yang ada di uang kertas itu diambil dari sudut Kota Ternate, tepatnya di kawasan Pantai Gambesi.
Selain pemandangan Pulau Maitara, uang kertas tersebut juga menampilkan gambar Pulau Tidore, gunung, laut, serta manusia dengan aktivitasnya.
Baca juga: Mengenal Benteng Tulukko Ternate, Dibangun oleh Panglima Portugis Tahun 1540
Namun sebenarnya pemandangan Pulau Maitara lebih indah disaksikan langsung ketika wisatawan berkunjung ke sana.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyebut, Pulau Maitara menjadi salah satu daya tarik wisata di Ternate yang cukup kuat.
“Saya melihat keindahan di salah satu puncak tertinggi di Ternate, menatap Pulau Maitara dan Tidore. Pemandangannya luar biasa indah dan ikonik. Karena spot pemandangan ini persis sama dengan yang di pecahan uang kertas Rp 1.000 lama,” ungkap Sandiaga, seperti dikutip dari Kompas.com (25/11/2022).
Baca juga: Arti Penting Kerajaan Ternate dalam Dunia Perdagangan pada Masa Lalu
Asal-usul nama Pulau Maitara dalam bahasa setempat diambil dari kata ‘Mai’ memiliki arti batu gunung, dan ‘Tara’ berarti ke bawah.
Sehingga nama Pulau Maitara memiliki makna sebagai batu gunung yang turun.
Dilansir dari laman Kemendikbud, terdapat legenda yang dikisahkan masyarakat setempat mengenai asal-usul Pulau Maitara.
Sebelum zaman momole diceritakan bahwa gunung Kie Watubu, Tidore memiliki posisi lebih tinggi daripada Gunung Gamalama di Ternate.
Hal ini disebabkan karena kerajaan Tidore atau yang disebut Duko pada waktu itu diberi gelar sedikit lebih tinggi daripada Gunung Gamalama di Ternate oleh penguasa daratan tanah dan bumi.
Agar Gunung Gamalama lebih tinggi dari gunung Kie Matubu, maka tak ada jalan lain untuk melakukannya kecuali Gunung Kie Besi Mara di Makian harus ditaklukkan untuk menambah ketinggian pada Gunung Gamalama.
Para dewa atau jin sebagai pengawal dari Gunung Gamalama kemudian bermusyawarah untuk dapat merebut puncak Gunung Makian.
Hasilnya adalah mereka akan mengadakan kegiatan dengan cara terbang malam dengan bantuan Burung Garuda berkepala dua untuk melaksanakan maksud atau niat itu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.