Warga telah menggugat surat rekomendasi itu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dhanil Al Ghifary dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, kuasa hukum warga Wadas mengatakan, PTUN Jakarta menyatakan dalam perkara 388/G/2022/PTUN JKT, majelis hakim memutuskan bahwa Surat Rekomendasi No.T-188/MB.04/DJB./2021 yang menjadi dasar hukum penambangan andesit di Wadas tidak memiliki kekuatan hukum.
Namun anehnya, dalam amar putusannya majelis hakim tidak menegaskan penambangan di Wadas ilegal.
"Putusan ini memperkuat dugaan kita, bahwa selama ini proses tahapan penambangan di Wadas adalah ilegal. Pemerintah harus menghentikan rencana penambangan batu andesit di Wadas karena tidak memiliki dasar hukum," tegasnya.
Seperti diketahui, buntut rekomendasi itu, tepat satu tahun lalu, warga yang menolak rencana penambangan itu mendapatkan intimidasi dan ditangkap. Penangkapan dilakukan saat mereka melakukan mujahadah di masjid desa setempat.
Baca juga: Dapat Ganti Rugi Rp 1 Miliar, Warga Wadas Ini Pilih Gunakan Uangnya untuk Beli Rumah di Sleman
Bahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo minta maaf atas peristiwa itu. Tetapi setelah itu, pemerintah makin intensif membujuk warga agar menjual tanahnya dengan berbagai bujuk rayu.
Diketahui, batu andesit itu akan digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Negara (PSN) di desa tetangga. Rencananya bendungan itu akan digunakan untuk keperluan pertanian dan penunjang infrastruktur proyek pariwisata.
Sementara itu Anis dari Wadon Wadas (kelompok perempuan yang menolak tambang) mengatakan, penambangan akan menyebabkan warga jatuh miskin karena kehilangan tanah pertaniannya.
Anis menyebut, hasil ganti rugi yang sudah dibagikan kepada sebagian warga digunakan untuk membeli barang-barang konsumtif, seperti mobil dan perabot rumah tangga. Hal itu dianggap berbahaya dalam keberlanjutan ekonomi di Desa Wadas.
"Warga kehilangan mata pencaharian yang berkelanjutan sebagai petani. Semua barang konsumtif yang dibeli bisa hilang dalam sekejap dan tidak bisa menghidupi warga," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.