Pada 4 Februari 1933, rencana-rencana pemberontakan di Kapal De Zeven Provinciën itu semakin jelas.
Sekelompok pribumi dari Manado dan Ambon bersama Paradja dan Kawilarang yang merupakan kelasi kelas satu dan tokoh terpenting, menjadi pemimpin.
Paradja berhasil menguasai kunci rak senjata dan lemari tempat menyimpan amunisi, namun ketika melakukan rencana dia ketahuan dan harus melarikan diri.
Sementara Kawilarang kemudian memberi aba-aba dimulainya pemberontakan yang dilakukan lebih awal dari rencana.
Dalam ketegangan tinggi, mereka berhasil menguasai persenjataan serta masuk ruang mesin dan berhasil membuat kapal siap berlayar.
De Zeven Provinciën kemudian mulai berlayar dengan tenang dan tertib melalui pantai barat Sumatera menuju ke Surabaya sebagai suatu bentuk unjuk rasa.
Pada 5 Februari 1933, disusun telegram dalam bahasa Belanda dan Inggris yang menyatakan:
“Kapal dikuasai para awak dan berlayar menuju Surabaya. Sehari sebelum merapat komando akan diserahkan pada komandan. Kami memprotes pengurangan gaji yang tidak adil, dan menuntut pembebasan langsung rekan kami yang ditahan tiga hari yang lalu. Di kapal semua dalam keadaan baik, tidak ada kekerasan dan tidak ada yang terluka.”
Di sisi lain, komandan De Zeven Provinciën dan para petinggi marinir di Batavia dan Surabaya sangat gusar karena kejadian ini.
Para awak Belanda sangat terpukul karena tidak menyangka bahwa awak Indonesia berani dan mempunyai kemampuan mengemudikan kapal.
Komandan Eikenboom yang tertinggal di Olehleh bersama-sama awak De Zeven Provinciën lain yang tertinggal secepat mungkin menyusul.
Mereka segera menggunakan kapal uap milik pemerintah, De Aldebaran. Tak berselang lama, De Aldebaran dan De Zeven Provinciën akhirnya saling berhadapan.
Namun De Zeven Provinciën mengusir De Aldebaran, Kawilarang yang berada di menara komando memberikan isyarat peringatan akan menembak semua kapal yang lewat di sisi.
Pemerintah Hindia Belanda juga memperingatkan kapal-kapal agar menjauhi kapal yang dianggap sedang berontak tersebut.
Kemudian pada 7 Februari 1933, kapal De Aldebaran digantikan oleh De Eridanus dan pada 9 Februari kapal itu De Eridanus digantikan oleh De Orion.
Perhitungan mereka adalah bahwa De Zeven Provinciën berencana berlayar sepanjang pantai barat Sumatra terlebih dulu, kemudian melalui Selat Sunda, menyusuri pantai utara Jawa, dan langsung ke Surabaya.