Sebagai organisasi dengan jumlah massa raksasa, NU mewakili arus utama yang ada di masyarakat Indonesia.
Dalam isu LGBT, misalnya, survei SMRC Mei 2022 menunjukkan penerimaan dari massa NU pada eksistensi LGBT tidak berbeda dengan umumnya masyarakat Indonesia.
Dalam survei tersebut ditemukan bahwa ada 44 persen dari warga yang mengaku sebagai anggota aktif NU yang menyatakan setuju atau sangat setuju bahwa seorang LGBT harus dihargai sebagai manusia.
Sementara yang tidak setuju dengan pandangan tersebut sebanyak 50 persen.
Angka ini sangat mirip dengan pandangan publik Indonesia secara keseluruhan: 44,5 persen yang setuju dan 49,3 persen yang tidak setuju.
Walaupun NU adalah representasi dari umumnya warga Indonesia (terutama Muslim), namun organisasi ini memberi peluang atau cukup ramah pada munculnya gerakan perubahan. Pelbagai inovasi dalam pemikiran Islam muncul dari rahim organisasi ini.
NU telah melahirkan para pembaru pemikiran Islam dan penggerak perubahan di lingkungan Islam Indonesia, antara lain Abdurrahman Wahid, Masdar F. Mas’udi, Sinta Nuriyah, Ulil Abshar-Abdalla, Abdul Moqsith Ghazali, Husein Muhammad, Nazaruddin Umar, Nur Rofiah, Badriah Fayumi, Alissa Wahid, Syafiq Hasyim, Neng Dara Affiah, Savic Ali, dan seterusnya. Akan panjang sekali jika disebutkan semua.
Karakter adaptif yang melekat padanya membuat NU menjadi representasi arus utama Islam Indonesia di satu sisi, namun pada sisi yang lain, dia tidak menutup pintu bagi perubahan.
Karakter ini terjadi di semua lini organisasi, baik dalam hal pemikiran, aksi sosial, politik, sampai ke rekrutmen anggota.
Di Makassar, misalnya, rekrutmen anggota NU tidak melulu datang dari lembaga pendidikan Islam. Rekrutmen anggota organisasi ini dilakukan antara lain melalui pengkaderan IPNU dan IPPNU.
Di Makassar, tidak cukup banyak pesantren yang berafiliasi dengan NU. Wilayah ini lebih banyak didominasi oleh pesantren-pesantren Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) dan Muhammadiyah atau lembaga pesantren modern.
Di antara sedikit pesantren NU tersebut, salah satu yang cukup besar adalah Pesantren An-Nadlah dan Ulul Albab. Dua pesantren ini menjadi salah satu sumber rekrutmen aktivis NU di Makassar.
Namun di luar dua pesantren NU tersebut, rekrutmen lebih banyak berasal dari madrasah aliah dan tsanawiyah umum. Yang menarik adalah bahwa rekrutmen juga banyak datang dari sekolah menengah umum (SMU).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.