Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

150 Ton Ikan Mas Mati di Waduk PLTA Koto Panjang Riau, Kerugian Capai Rp 4,2 Miliar

Kompas.com - 03/02/2023, 21:24 WIB
Idon Tanjung,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Ikan mas keramba yang mati di waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang di Kabupaten Kampar, Riau, hingga saat ini sudah mencapai 150 ton.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Riau Herman Mahmud mengatakan, jumlah tersebut merupakan data yang diterima dari kelompok tani.

"Dari laporan yang kita terima, jumlah ikan mas keramba yang mati di waduk PLTA Koto Panjang, totalnya sekitar 150 ton," sebut Herman saat diwawancarai Kompas.com di kantornya, Jumat (3/2/2023) sore.

Baca juga: Diduga Terinfeksi Virus KHV, 15 Ton Ikan Mas di Waduk PLTA Koto Panjang Riau Mati Setiap Hari

Akibat banyaknya ikan mas yang mati, kelompok tani mengalami kerugian yang cukup besar.

"Untuk kerugian, kalau dikali-kali dengan harga pasar biasa itu, sudah hampir Rp 4,2 miliar," kata Herman.

Sementara itu, Herman mengaku belum mengetahui secara pasti apa penyebab ikan mas mati.

Saat ini, pihaknya telah mengambil sampel ikan mas yang mati untuk diperiksa di laboratorium Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Pekanbaru.

"Sekarang sedang dicek sampelnya untuk memastikan penyebab ikan mati. Mudah-mudahan senin besok sudah keluar hasilnya," sebut Herman.

Namun, menurutnya ada dua kemungkinan penyebab ikan mas keramba mati, yaitu karena Koi Herves Virus (KHP) atau bakteri Aeromonas hydrophila.

"Tapi kalau dilihat dari kondisi badan ikan, penyebab matinya kemungkinan karena KHV," kata Herman.

Apabila ikan mas dipastikan mati karena KHV, Herman mengatakan bahwa penyebabnya berasal bibit atau benih ikan yang dimasukkan ke dalam keramba.

"Kalau memang ini karena KHV, itu berasal dari bibit atau benih ikan mas. Kalau bibitnya ada virus, tentu menyebar ke keramba lainnya. Tetapi, kalau misalnya karena bakteri, itu karena lingkungan di sekitar keramba yang tidak baik," kata Herman.

Karena itu, Herman menyarankan, kepada kelompok tani agar memilih benih ikan mas yang bersertifikat.

Sebab, pihaknya mendapat laporan bahwa bibit ikan yang digunakan tidak bersertifikat, sehingga tidak terjamin.

Kemudian, kelompok tani juga diminta agar menjaga lingkungan disekitar keramba.

"Tahun lalu ada juga kejadian seperti ini, tapi memang tak sebanyak sekarang ini ikan yang mati. Jadi, waktu itu kita minta waspada, menjaga lingkungan, tebar benihnya sesuai kapasitas keramba dan bagaimana memberikan pakan yang baik," tutup Herman.

Baca juga: Bukan Virus, Ikan di Keramba Waduk PLTA Koto Panjang Mati karena Bakteri

Diberitakan sebelumnya, Muhammad Joni, selaku ketua kelompok tani ikan mas keramba mengatakan bahwa sekitar 15 ton ikan mas mati setiap hari.

Menurutnya, penyakit ini sudah muncul sejak awal Januari 2023. Namun, sejak sepuluh hari terakhir, semakin banyak ikan mas yang mati.

"Dalam sepuluh hari terakhir luar biasa banyak ikan mas yang mati. Kalau awalnya cuma satu-satu yang mati, tapi sekarang sudah menyeluruh. Karena di lokasi keramba musim hujan, jadi kalau suhunya di bawah 30 derajat, virus semakin ganas, makin banyak ikan mati," sebut Joni.

Joni mengatakan, jumlah keramba ikan mas di kawasan waduk PLTA Koto Panjang sekitar 1.000 unit. Satu keramba rata-rata isinya 2 ton ikan mas. Namun, setelah banyaknya ikan mati akibat penyakit, petani hanya bisa panen 500 sampai 600 kilogram.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Petani di Sumbawa Menangis Harga Jagung Anjlok Rp 2.900 Per Kilogram

Cerita Petani di Sumbawa Menangis Harga Jagung Anjlok Rp 2.900 Per Kilogram

Regional
Takut dan Malu, Siswi Magang di Kupang Melahirkan dan Sembunyikan Bayi dalam Koper

Takut dan Malu, Siswi Magang di Kupang Melahirkan dan Sembunyikan Bayi dalam Koper

Regional
Pemkot Semarang Adakan Nobar Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Balai Kota

Pemkot Semarang Adakan Nobar Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Balai Kota

Regional
Ikuti Arahan Musda, PKS Semarang Akan Mengusung Tokoh di Pilkada 2024

Ikuti Arahan Musda, PKS Semarang Akan Mengusung Tokoh di Pilkada 2024

Regional
Mantan Kepala BPBD Deli Serdang Ditahan, Diduga Korupsi Rp 850 Juta

Mantan Kepala BPBD Deli Serdang Ditahan, Diduga Korupsi Rp 850 Juta

Regional
Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Regional
Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi 'Long Storage' Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi "Long Storage" Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Regional
Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Regional
Diduga Korupsi Dana Desa Rp  376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Diduga Korupsi Dana Desa Rp 376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Regional
Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Regional
Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Regional
Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Regional
Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Regional
Ibu di Bengkulu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pacarnya

Ibu di Bengkulu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pacarnya

Regional
Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com