SIKKA, KOMPAS.com - Para peternak babi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai cemas menyusul kematian babi akibat terjangkit virus flu babi afrika atau african swine fever (ASF) dalam beberapa waktu terakhir.
Berdasarkan Data Dinas Pertanian Kabupaten Sikka menyebut, 16 babi di wilayah itu mati mendadak, lima di antaranya positif ASF.
Atong Gomez, salah satu peternak di Desa Watubaing, Kecamatan Talibura mengakui bahwa informasi kematian babi akibat ASF membuat harga babi miliknya turun drastis.
Baca juga: Ratusan Babi Mati karena ASF di NTT, Disnak Siapkan 39.200 Liter Disinfektan
la menyebutkan, anak babi yang biasanya dijual dengan harga Rp 1,5 juta per ekor turun menjadi Rp 750 ribu. Sementara babi yang harga Rp 5 juta turun jadi Rp2 juta.
“Ini lumayan membuat kami sebagai peternak bingung dan panik, masyarakat juga demikian," ujar Atong kepada Kompas.com, Sabtu (28/1/2023).
Kendati demikian, ia masih mempertahankan harga jual Rp 1,5 juta untuk anak babi dan Rp 3-8 juta untuk babi besar sesuai ukuran.
Atong mengungkapkan, wabah ASF juga pernah menyerang ternak babi medio 2020-2021 lalu. Saat itu banyak peternak merugi hingga ratusan juta.
Namun, ia berhasil menyelamatkan 26 ekor babi. Saat ini babi yang ada di kandang ada 35 ekor babi, 20 ekor anak babi dan 15 ekor babi besar.
"Caranya adalah dengan memperketat biosecurity dan mengubah pola pemberian pakan kepada ternak," katanya.
Baca juga: Wabah Flu Babi di Sumut, Dinas Ketahanan Pangan Sergai Lakukan Uji Sampel
Namun di tengah situasi saat ini, Atong hanya bisa pasrah sembari berharap ASF cepat berlalu.
Hal serupa juga dirasakan oleh Hengki peternak di Desa Magepanda, Kecamatan Magepanda.
la mengaku cemas dengan sejumlah pemberitaan tentang wabah ASF. Apalagi saat ini ia baru memulai kembali memelihara ternak babi, setelah sebelumnya belasan babi miliknya mati terserang flu babi Afrika.
"Untuk sementara saya piara tidak banyak tapi kabar ASF ini membuat kita panik. Pasti sangat berdampak termasuk harga jual yang menurun," katanya.
la melanjutkan, berkaca dari pengalaman sebelum, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan biosecurity. Dengan babi tidak terjangkit virus.
"Harapannya semoga virus ini cepat berlalu, apalagi sampai saat ini belum ada vaksin," pungkasnya.
Baca juga: Cegah ASF, Pemkab Flores Timur Kerahkan Tenaga Kesehatan Hewan ke 19 Kecamatan
Data Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat, hingga 25 Januari 2023, jumlah babi yang mati mencapai 253 ekor.
Ratusan babi ini tersebar di sejumlah wilayah, seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Ende, Kabupaten Sikka, Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Sumba Barat.
Babi yang mati paling banyak di Kabupaten Kupang yakni 75 ekor, Kabupaten Sikka 42 ekor, Kabupaten Ende 41 ekor, Kabupaten Flores Timur 33 ekor, Kabupaten Sumba Barat Daya 22 ekor, Kota Kupang 19 orang dan Sumba Barat satu ekor.
Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo, meminta semua pihak segera melakukan langkah pencegahan dini sehingga kematian babi massal tidak terulang.
Roberto mengatakan, telah memerintahkan kepala desa dan lurah untuk mendata populasi ternak babi dimasing-masing wilayah dan diserahkan ke Dinas Pertanian Kabupaten Sikka paling lambat tanggal 15 Februari 2023.
Selain itu mereka diimbau untuk melaporkan ke dinas terkait apabila menemukan atau mengetahui informasi adanya babi yang sakit ataupun mati.
Baca juga: 5 Babi di Sikka Positif ASF, Bupati: Awasi Aktivitas Masuk dan Keluar Babi
"Kades dan lurah juga harus mengawasi aktifitas masuk keluar hewan dan produk hewan khususnya babi ke wilayah masing-masing. Melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan hewan bersama Babinkamtibmas dan Babinsa di wilayah masing-masing," katanya.
Ia menambahkan, pemerintah desa dan lurah harus memberikan himbauan secara massif tentang penerapan biosecurity (perlindungan) ternak.
Misalnya, mencuci kaki dan tangan dengan sabun sebelum dan setelah mengurus temak, menjaga kebersihan temak dan lingkungan dari vektor nyamuk, lalat, dan kutu, kandang dan peralatan kandang dibersihkan secara rutin dengan detergen atau desinfektan lainnya.
"Ada banyak cara untuk meningkatkan biosecurity terhadap ternak. Karena itu perlu sosialisasi secara masif kepada masyarakat dan peternak," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.