KOMPAS.com - Minangkabau dikenal memiliki keragaman budaya, salah satunya batombe yang merupakan seni berbalas pantun.
Batombe berasal dari Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Batombe tidak berbeda dengan seni berpantun di daerah lain di sekitar Pulau Sumatera, seperti Palembang atau Bengkulu.
Pantun mengandung cerita tentang kehidupan sehari-hari.
Batombe lahir dan berkembang dalam masyarakat Nagari Abai, Kabupaten Solok Selatan.
Tidak ada informasi yang menceritakan mengenai kapan tradisi ini muncul.
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat tradisi batombe muncul pada saat masyarakat bergotong royong membangun rumah atau masjid.
Baca juga: Sensasi Ikut Tradisi Makan Bajamba Asal Minangkabau, Berbalas Pantun
Pada masa lalu, gotong royong sering dilakukan untuk untuk membangun kampung, membangun rumah gadang, dan membangun masjid.
Konon, saat masyarakat mengambil kayu di hutan untuk membuat tiang, ada kayu yang dapat ditebang namun tidak bisa diangkat bahkan digeser.
Segala usaha telah dilakukan oleh warga, namun kayu tersebut tidak dapat diangkat.
Dalam kondisi putus asa, tiba-tiba para perempuan yanng bertugas menyiapkan bekal mencari cara untuk memberi semangat kaum pria yang tengah kesulitan menggeser kayu.
Secara spontan, mereka mulai berpantun dan dibalas oleh para pekerja pria.
Dalam sahut-sahutan pantun tersebut, tanpa disadari kayu yang tadinya tidak dapat digeser sedikit demi sedikit mulai bergeser dan dapat dipindahkan ke lokasi pembangunan rumah.
Dalam perkembangannya, berbalas pantun menjadi kegiatan bersama dan menjadi tradisi di sejumlah perhelatan.
Batombe berasal dari kata ba dan tombe. Dalam bahasa Minangkabau ba merupakann awalan kata, sedangkan tombe berarti pantun. Sehingga, batombe juga berarti berpantun.
Baca juga: Pantun, Tradisi Lisan Masyarakat Melayu, Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO