SOLO, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin dengan kasus tewasnya gadis 15 tahun asal Sukoharjo, Jawa Tengah ditangan teman kencan yang dikenal melalui aplikasi online (MiChat).
"Pertama sangat prihatin ya. Fenomena open BO sampai memakan korban jiwa salah satu remaja di Sukoharjo," kata Komisioner KPAI Dian Sasmita dalam keterengannya, Kamis (26/1/2023).
Menurut Dian, mengenai kasus tersebut sebenarnya perlu melihat lebih jauh akar masalah perilaku remaja sekarang sampai mengarah ke open BO. Pertama adalah lingkungan keluarga dan kedua pendidikan.
Baca juga: Polisi Tangkap Terduga Pelaku Pembunuhan Gadis 15 Tahun Asal Sukoharjo di Sidoarjo
"Apakah keluarga sudah cukup dalam memberikan pengasuhan yang baik kepada anak, gimana anak merasa aman, nyaman di keluarganya. Sehingga ketika anak ada masalah, mengalami problem keremajaan dia punya tempat curhat, berkeluh kesah yang aman. Salah satunya keluarga," kata dia.
Di sisi lain apakah keluarga mendukung perkembangan psikis remaja dimana remaja itu ada gejolak baru, ada perubahan secara hormonal dan cara berpikir yang berbeda dengan anak usia dini.
"Sehingga perlu pendekatan yang berbeda. Untuk itu dibutuhkan kepekaan orangtua," jelas dia.
Kemudian, lanjut Dian adalah pendidikan. Apakah pendidikan sudah mendukung perkembangan literasi anak. Literasi adalah kemampuan berpikir mengenalisis bahan-bahan yang masuk ke otak.
"Kemudian diolah. Oleh anak diterjemahkan apakah ini baik atau buruk, apakah ada risikonya. Kemampuan literasi ini tidak datang tiba-tiba tapi diasah sejak usia dini. Lewat pendidikan, pendekatan-pendekatan pendidikan yang memberi ruang anak untuk mengeksplorasi, berpendapatan," kata dia.
Selain itu apakah di lingkungan pendidikan sudah memberikan pengetahuan bagi anak hak kesehatan reproduksi dan seksualitas (HKSR). Dimana di dalam HKSR ini kata Dian itu tidak hanya menjelaskan soal tubuh dan fungsinya, tetapi lebih kepada kekerasan berbasis gender itu apa.
"Ada relasi di sana, kemudian bagaimana menghargai diri sendiri, itu kemampuan reproduksi dan risiko-risikonya. Jadi tidak hanya menjelaskan A, B, C, D, E, F tapi anak dikenalkan tentang risiko-risiko, tindakan-tindakan yang potensi mereka lakukan," ungkap dia.
Dikatakannya ketika anak sudah dibekali kemampuan literasi yang cukup, dan pengasuhan yang baik ini adalah kunci anak bisa membangun benteng yang tinggi terhadap pengaruh negatif dari lingkungan.
"Kami sangat mendorong pemerintah serius dalam mengintervensi pencegahan baik dari lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan. Kita tidak bisa responsip pada kasus tapi abai dengan pencegahan tidak bisa. Kita harus menguatkan dengan kasus-kasus yang ada ini malah menguatkan lagi program pencegan dan pengurangan risiko," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.