“Sekarang mending, kalau kena banjir gak separah dulu, awal tahun kemarin cuma selutut,” bebernya.
Meski begitu, ia agak menyesali tak mampu membiayai kuliah anak-anaknya. Untungnya mereka memahami keadaan sang ibu dan membantu bekerja.
Ujian yang dihadapi Mak Siti tak sampai di situ. Anak keduanya meninggal pada usia 17 tahun karena tidak berhasil menjalani perawatan bagi disabilitas.
Kemudian anak perempuannya mengalami kecelakaan yang menyebabkan patah tulang. Butuh belasan juta untuk dapat membiayai operasi anaknya.
“Alhamdulillah, mungkin karena saya jujur saat bekerja dan sering didzolimi orang lain, di sisi lain diberi kemudahan Tuhan,” tuturnya.
Dalam pekerjaannya, Mak Siti terbilang gigih dan teliti. Bila mendapati sampah kuningan, ia kumpulkan dalam toples dan dibuka saat menjelang lebaran.
Baca juga: Angka Kemiskinan Banten Naik, Pj Gubernur Sebut Hanya Terjadi di Perkotaan
Kini relasinya di dunia persampahan sudah cukup luas. Mak Siti tak perlu bersusah payah mengais sampah seperti dahulu.
Kenalannya bakal langsung menelepon Mak Siti bila sampah telah menumpuk. Terbukti, sosoknya dikenal baik dan sederhana oleh warga sekitar. Saat Kompas.com menanyakan alamat rumahnya, seorang warga menawarkan untuk mengantar.
Berkat kegigihan Mak Siti yang tak pernah menunjukkan gengsi, pekerjaan sebagai tukang rosok juga tidak lagi disepelekan. Pasalnya pekerjaan yang membantu daur ulang sampah itu tetap terbilang lebih mulia ketimbang meminta-minta.
“Teman-teman saya ajak gosek (merosok) daripada ngemis, sekarang ada 11 orang mungkin jadi ikutan, bisa makan, bisa nyekolahin anak. Mereka sering terima kasih ke saya, padahal saya enggak ngasih apa-apa,” ujarnya dengan tawa kecil.
Bila mengacu pada pada angka garis kemiskinan yang baru dirilis BPS Jateng sebesar Rp 464.000 per kapita per bulan, maka Mak Siti dengan penghasilan tak pasti itu kemungkinan besar masuk garis kemiskinan.
Bahkan dengan penghasilannya sekitar Rp 20.000-30.000 untuk menghidupi dirinya dan ketiga anaknya, Mak Siti dapat tergolong miskin ekstrem.
Pasalnya, garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia 2022, yakni sebesar Rp 322.170 per kapita per hari. Atau mereka hidup dengan kurang dari Rp 10.739 untuk setiap orang per harinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.