Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi NTB Tolak "Ground Breaking" Kereta Gantung Rinjani, Ini Alasannya

Kompas.com - 20/12/2022, 17:20 WIB
Idham Khalid,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com- Kegiatan peletakan batu pertama pembangunan kereta gantung Rinjani di Lombok Tengah mendapatkan sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Direktur Utama Wahana NTB Amri Nuryadin mengungkapkan, ground breaking pembangunan kereta gantung yang menelan anggaran Rp 2,2 triliun itu diduga mengabaikan regulasi, seperti kajian Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Baca juga: Pembangunan Kereta Gantung Rinjani di NTB Tuai Polemik, Gubernur: Tidak Perlu Paranoid

"Kita tolak ground breaking-nya,  karena tidak sesuai proses perizinan yang berlaku, baik dari tingkat daerah maupun nasional," kata Amri, Selasa (20/12/2022).

Menurutnya, ada beberapa proses wajib perizinan yang seharusnya dilakukan oleh investor

"Kita tahu tentang adanya Peraturan Menteri wajib Amdal, kita tahu tentang adanya peraturan kehutanan, dan ada beberapa aturan daerah soal kebencanaan," kataAmri.

Baca juga: Pembangunan Kereta Gantung Rinjani Dimulai, Gubernur NTB: Investasi Terbesar

Amri menjelaskan bahwa dalam proses pembentukan Amdal, pihak investor harus melibatkan warga terdampak hingga pegiat hutan TNGR. Namun hingga saat ini, dia menilai, belum ada Amdal yang dipublikasikan.

"Memang kami tidak menolak kereta gantung. Tapi kita punya namanya penyelenggaraan kehutanan. Di sana sudah jelas ada DED yang harus dilihat, FS dan analisis mengenai Amdal," kata Amri.

Amri mengatakan, UU Cipta Kerja (Omnibus Law) tidak dapat sepenuhnya dapat dijadikan landasan pembangunan kereta gantung Rinjani, mengingat Undang-Undang tersebut masih dalam tahap percobaan selama dua tahun.

"UU Cipta Kerja ini belum bisa dijadikan landasan utama, ada Undang-Undang PPLH tahun 2009 yang sebagai lex spesialis," kata Amri.

Menurut Amri, dalam maklumat Walhi tentang pemulihan hutan, seyogyanya pembangunan kereta gantung Rinjani mematuhi aturan dalam proses perizinan dan perlindungan hutan kawasan.

"Jelas ada sanksi administratif kalau kita berpatokan ke UU PPLH. Karena nanti kan itu kereta gantung akan mengubah bentangan alam merubah fungsi hutan di dekat kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani," kata Amri.

Baca juga: Bendungan Senilai Rp 1,7 Triliun di NTB Siap Diresmikan

Sebelumnya, Gubernur NTB Zulkieflimansyah meminta pada warga agar tidak khawatir berlebihan terhadap pembangunan kereta gantung Rinjani di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah.

"Soal lingkungan, tidak selama pembangunan merusak lingkungan, seperti yang ada di China. Waspada dan hati-hati ya, tapi kita tidak perlu paranoid, seolah-olah modernitas salah dan harus kita tolak," kata Zul sapaan gubernur, Selasa (20/12/2022)

Zul tidak memungkiri adanya pro dan kontra pembangunan kereta gantung Rinjani lantaran kurangnya sosialisasi.

"Memang ada kegaduhan, mungkin karena miskomunikasi, karena semisal ada kekurangan kita akan perbaiki,  jangan bikin gaduh dulu," kata Zul.

"Kalua porter itu tetap ada, orang ada yang suka naik gunung dengan mendaki, atau bisa  diupgrade dan tukar jabatannya nanti dengan adanya pembangunan ini," kata Zul.

Sebelumnya, pada Minggu (18/12/2022) lalu, ground breaking atau peletakan batu pertama menandai pembangunan kereta gantung Rinjani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kualitas Rendah, Beras Lokal di Kebumen Kurang Diminati meski Harganya Turun

Kualitas Rendah, Beras Lokal di Kebumen Kurang Diminati meski Harganya Turun

Regional
Diduga Hendak Perang Sarung, Puluhan Pelajar di Demak Diamankan Polisi

Diduga Hendak Perang Sarung, Puluhan Pelajar di Demak Diamankan Polisi

Regional
SPBU di Jalan Utama Kabupaten Semarang Diperiksa untuk Mencegah Kecurangan

SPBU di Jalan Utama Kabupaten Semarang Diperiksa untuk Mencegah Kecurangan

Regional
Peringati Jumat Agung, Remaja di Magelang Rasakan Penyaliban Yesus

Peringati Jumat Agung, Remaja di Magelang Rasakan Penyaliban Yesus

Regional
Aktivitas Gunung Marapi Meningkat, Wagub Audy Minta Warga Waspada

Aktivitas Gunung Marapi Meningkat, Wagub Audy Minta Warga Waspada

Regional
Jalan Rusak Pasca Banjir di Demak Ditargetkan Rampung Sebelum Lebaran

Jalan Rusak Pasca Banjir di Demak Ditargetkan Rampung Sebelum Lebaran

Regional
Sebelum Bunuh Mantan Anak Buah, Bos Madu di Banten Konsumsi 10 Pil Koplo

Sebelum Bunuh Mantan Anak Buah, Bos Madu di Banten Konsumsi 10 Pil Koplo

Regional
Depresi Hamil di Luar Nikah, Remaja Putri di Jepara Bekap dan Buang Bayinya ke Sungai

Depresi Hamil di Luar Nikah, Remaja Putri di Jepara Bekap dan Buang Bayinya ke Sungai

Regional
Harvey Moeis Jadi Tersangka, Kasus Bermula dari Anjloknya Ekspor PT Timah Tbk

Harvey Moeis Jadi Tersangka, Kasus Bermula dari Anjloknya Ekspor PT Timah Tbk

Regional
Jalan Salib di Pulau Sumba, Angkat Isu Kerusakan Alam yang Jadi Masalah Zaman Modern

Jalan Salib di Pulau Sumba, Angkat Isu Kerusakan Alam yang Jadi Masalah Zaman Modern

Regional
150 Kios di Pasar Cipungara Subang Hangus Terbakar, Damkar Kesulitan Padamkan Api

150 Kios di Pasar Cipungara Subang Hangus Terbakar, Damkar Kesulitan Padamkan Api

Regional
Sebanyak 78.572 Keluarga Berisiko Stunting di Bengkulu

Sebanyak 78.572 Keluarga Berisiko Stunting di Bengkulu

Regional
Nyamar Jadi Sopir Ojek Online, Pria di Malang Curi Tas Pemilik Warung Nasi

Nyamar Jadi Sopir Ojek Online, Pria di Malang Curi Tas Pemilik Warung Nasi

Regional
Polresta Cirebon Siaga Kepadatan Pemudik Awal Saat 'Long Weekend'

Polresta Cirebon Siaga Kepadatan Pemudik Awal Saat "Long Weekend"

Regional
Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana Sebut Kinerja Pemprov pada 2023 Meningkat, Berikut Indikator Capaiannya

Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana Sebut Kinerja Pemprov pada 2023 Meningkat, Berikut Indikator Capaiannya

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com