JAMBI, KOMPAS.com - Sejak 2019, penambang emas ilegal beroperasi di Dusun Muaro Seluro, desa Raden Anom, Kecamatan Batangasai, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Lebih dari 100 hektare lahan sawah hilang, berganti bukit-bukit batu yang gersang.
Sawah yang tersisa di Dusun Muaro Seluro, saat ini tak sampai 50 hektare.
Hasil pemetaan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi melalui analisis citra satelit, setiap tahun area penambangan emas di Desa Raden Anom terus meningkat.
Lembaga yang konsen dengan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan ini mencatat pada 2017 lalu, angkanya berada di 150 hektar, tahun berikutnya tak terdeteksi, lalu muncul kembali pada 2019 dengan luas area penambangan emas 256 hektar. Kemudian naik menjadi 283 hektar pada 2020 dan melandai pada 2021 yang berada pada kisaran 269 hektar.
Baca juga: Bencana Ekologis Gara-gara Tambang Emas Ilegal di Jambi, Ancaman Gagal Panen Setiap Tahun
Manager Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf menuturkan, penambangan emas ilegal mengalami peningkatan teknologi di setiap dekade. Dengan kata lain, daya rusaknya pun sangat masif.
Awalnya, penambangan emas dilakukan secara tradisional, dengan mendulang di pinggir sungai. Namun sejak tahun 2000-an, penambangan emas menggunakan mesin dompeng.
Dalam bekerja, alat ini mampu mengisap sedimen sungai dan membawanya ke saringan khusus. Di tempat ini, pasir, kerikil dan lumpur akan terpisah dengan butiran emas dengan bantuan merkuri.
Saat alat ini booming, ada ratusan dompeng yang berada di sepanjang Sungai Batanghari. Perlahan air menjadi keruh. Setelah emas di alur sungai mulai habis, para penambang emas kembali berinovasi. Area penambangan tidak lagi berada di sungai utama, melainkan merambah anak-anak sungai menggunakan alat berat.
“Area penambangan dengan alat berat ini semakin meluas, tidak hanya sungai melainkan sawah, kebun karet, ladang bahkan hutan lindung,” kata Rudi.
Warsi mencatat, setiap tahun area penambangan emas ilegal semakin meluas. Pada 2016 penambangan emas seluas illegal ini tercatat 10.926 hektar di Kabupaten Sarolangun dan Merangin. Kemudian tahun 2017 naik drastis menjadi menjadi 27.535 di Kabupaten Sarolangun, Merangin dan Bungo.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.