SEMARANG, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mencatat kasus kekerasan seksual yang ditangani pada 2022 ini meningkat cukup tinggi setelah pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada April lalu.
Advokat LBH Semarang, Ignatius Radit menyampaikan, meski belum dirilis secara resmi, kasus yang didampingi sepanjang 2022 ini mencapai 40 kasus, hampir dua kali lipat dibanding 2021 yang hanya 22 kasus.
“Yang kita dampingi sejauh ini ada sekitar 40 kasus, hampir 2 kali lipatnya 2021, itu baru yang kita dampingi ya, belum pengaduan lain yang ramai di media massa,” ujar Radit kepada Kompas.com, Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Menteri PPPA: Kasus Kekerasan Seksual Jadi Fenomena Gunung Es, Harus Berani Lapor
Belum lagi kasus kekerasan yang ditangani lembaga hukum lain. Pasalnya LRC-KJHAM yang menaruh perhatian pada isu perempuan, pada tahun lalu disebut menangani 80 kasus lebih di lingkup yang sama dengan pihaknya, Jawa Tengah.
“Salah satu indikator yang menyebabkan tingginya kasus yang ditangani ini karena pengesahan uu tpks ya. karena setelah uu tpks disahkan memberikan angin segar bagi masyarakat untuk melakukan pengaduan,” ujar
Bila sebelumnya para penyintas kekerasan seksual enggan melapor saat mengalami kekerasan, kini mereka lebih terbuka dan berani mencari keadilan lantaran ada paying hukum pasti yang melindunginya.
“Akhirnya masyarakat jauh lebih berani untuk mengadu dan berani untuk melawan,” imbuhnya.
Sementara itu, ia menyebutkan kasus yang mendominasi pada 2022 ini merupakan Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO).
“Misalnya orang yang memiliki relasi pacaran, dan pernah melakukan kontak video call sex dan sebagainya, kemudian karena putus, yang bersangkutan mengancam untuk menyebarkan rekaman atau revenge porn,” jelasnya.
Selain itu para korban yang mayoritas kaum perempuan diancam dan diperas secara materi dengan rekaman tersebut.
Pihaknya mengatakan pelaku kerap merekam aktivitas seksual tanpa izin pasangannya sekalipun hubungan itu dilakukan dengan konsen.
“Ketika berhubungan seksual mungkin konsent dilakukan, tapi kemudian tanpa izin direkam. Ini jadi bahan untuk menindas dan merampas hak perempuan,” pungkasnya.
Baca juga: Nestapa Ganda Perempuan Difabel Korban Kekerasan Seksual
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.