MAGELANG, KOMPAS.com - Sunardjo Kahono (63) dan Sumiyati (59) merasa bahagia dan lega karena akhirnya pernikahan mereka tercatat sah secara hukum negara. Pasangan lanjut usia (lansia) itu sejak dua tahun menyandang status menikah siri (secara agama Islam).
Sunardjo dan Sumiyati adalah salah satu pasangan peserta isbat nikah terpadu yang diselanggarakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Magelang di Gedung Wanita Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (8/12/2022).
Isbat nikah adalah permohonan pengesahan pernikahan siri yang diajukan ke pengadilan sehingga pernikahan memiliki kekuatan hukum.
Baca juga: Bupati Mantu, 134 Pasangan di Ngawi Nikah Massal Agar Status Hukumnya Jelas
"Bersyukur, Alhamdulillah, akhirnya pernikahan kami sah secara hukum. Sebelumnya kami nikah siri saja, Juli 2020, karena masih pandemi Covid-19," terang Sunardjo, warga Pucangsari RT 03, RW 06, Kelurahan Kedungsari, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang.
Baik Sunardjo dan Sumiyati sebelum menikah sama-sama berstatus duda dan janda cerai mati.
Pada kegiatan itu, ada 13 pasangan, terdiri dari 7 pasangan muslim yang mengikuti isbat nikah terpadu dan 6 pasangan non muslim mengikuti pencatatan perkawinan.
Peserta usia tertua 79 tahun atas nama Suyanto bin Atmo Pawiro dan termuda 33 tahun atas nama Ardi Purwanto bin Maldu Rajin.
Dalam keterangan pers, Kepala Disdukcapil Kota Magelang, Larsita memaparkan, fasilitasi isbat nikah dan pencatatan perkawinan ini merupakan langkah konkret Pemkot Magelang dalam memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum terhadap warga negara, khususnya bagi perempuan dan anak-anak.
"Kegiatan ini dalam rangka memberikan kepastian hukum atas perkawinan dan perlindungan hak-hak perempuan dan anak-anak dari perkawinan sebelumnya yang tidak tercatat secara perundang-undangan," kata Larsita.
Larsita mengeklaim, isbat nikah dan pencatatan perkawinan massal ini adalah yang pertama kali diadakan di Kota Magelang, bahkan di Jawa Tengah. Pihaknya berkolaborasi dengan Kementerian Agama dan Pengadilan Negeri (PN) Kota Magelang.
Dia menyebut, masih ada ratusan pasangan di wilayah ini yang belum tercatat secara hukum negara. Alasannya beragam, salah satu diantaranya, karena sang istri mantan pensiunan yang tidak mau kehilangan uang pensiun dan sebagainya.
"Masih banyak warga Kota Magelang yang menikah di bawah tangan atau siri. Dampaknya tidak menguntungkan bagi perempuan dan anak. Perempuan tidak punya hak harta gono gini kalau terjadi percerian, penghasilan, anak-anak tidak punya hak waris bapaknya," ungkap Larsita.
Selain itu, anak yang lahir dari pernikahan siri hanya akan tertera nama orang tua ibu saja pada dokumen kependudukan. Hal itu akan berdampak tidak baik pada sisi psikologis sang anak.
"Anak itu mudah dibully, maka kita hindari itu agar tidak menghambat tumbuh kembang si anak," ucap Larsita.
Para peserta setelah mengikuti isbat nikah ini masing-masing pasangan muslim akan memperoleh surat pengesahan atau penetapan atas perkawinan, dokumen kependudukan (KTP, KK, akta pengesahan anak dan akta kelahiran).