Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhardis
PNS

Saat ini bekerja sebagai periset di Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, BRIN

Telur Busuk

Kompas.com - 05/12/2022, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PAGI nan sendu berselimutkan hujan sejak semalam masih menyisakan udara dingin menusuk tulang. Rupanya secangkir mocalate hangat bertemankan goreng pisang hasil kebun sendiri tidak terlalu membantu menghangatkan suasana.

Ternyata, yang tetap hangat hingga pagi ini, ialah headline pemberitaan terkait sang calon orang nomor 1 yang hendak bersafari ke Aceh, namun dihadiahi telur busuk dan kaus kaki busuk oleh orang tak dikenal.

Yang menarik dalam pemberitaan ini ialah diksi yang digunakan dalam pemberitaan. Mereka yang berkutat dalam studi pragmatik tentunya bak mendapat cendawan di musim hujan. Implikatur dan tindak tutur nama pisau bedahnya.

Implikatur itu sendiri merupakan maksud yang terkandung dalam ucapan yang biasanya tidak dinyatakan secara langsung. Implikatur ini muncul saat seseorang melakukan tindak tutur.

Hymes memberikan akronim SPEAKING untuk memahami apa yang ingin disampaikan seseorang saat bertutur. Ringkasnya, semua kata itu bermakna saat melekat pada konteksnya.

Berikut beberapa konteks yang menarik untuk dibedah terkait peristiwa telur busuk.

Pertama, Juru Bicara DPP Partai Demokrat mengeluarkan pernyataan bahwa pelemparan tersebut merupakan perbuatan memalukan (Tempo, 4/12/22).

Kedua, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat menyatakan hal tersebut merupakan perbuatan pengecut dan tidak bertanggung jawab (detikNews, 4/12/22).

Ketiga, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem menganggap kalau itu pekerjaan orang yang tidak waras (Kompas.com, 4/12/22).

Ketiga sumber sama-sama menyikapi insiden telur busuk dan kaus kaki busuk. Ketiganya memberikan respons yang sama, yakni menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. Bedanya? Tentu saja ada!

Sik toh, ojo kesusu. Ini bukan membanding-bandingke ala lagu dangdut viral itu. Ini tentang bahasa dan kekuasaan. Siapa yang merasa berkuasa, dia yang berhak menggunakan bahasa. Berat, ya?

Pernyataan pertama, memalukan. Memalukan siapa? Mengapa mesti malu?

Kata memalukan dibebani makna ‘menyebabkan, memberi malu’. Sebagai pembaca, kita mesti bertanya-tanya, yang dilempari telur busuk dan kaus kaki busuk ialah kantor DPW NasDem. Mengapa juru bicara DPP Partai Demokrat menganggap ini memalukan?

Barangkali ini ada hubungannya dengan stigma yang beredar di masyarakat bahwa jika ada yang melempari rumah kita dengan telur busuk (terutama di dalam sinetron-sinetron bertema hidayah) itu artinya kita telah berbuat keburukan atau niradab.

Pertanyaan lanjutan, apakah dalam kasus ini NasDem telah berbuat keburukan? Tidak, bukan? Artinya mereka tidak perlu malu karena memang tidak melakukan perbuatan tak beretika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com