KUPANG, KOMPAS.com - Defki Mboli alias Eky (22) asal Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) berjuang bertahan hidup setelah mengidap penyakit jantung bocor sejak berusia satu bulan.
Di tengah sakitnya, Eky berhasil menamatkan pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Baca juga: Cegah PMK, Produk Turunan Sapi, Babi, dan Kambing Dilarang Masuk NTT
Tak mudah bagi Eky hidup berdampingan dengan penyakit tersebut.
Setiap saat dirinya harus berurusan dengan pihak rumah sakit jika penyakitnya kambuh.
Eky lahir dari orangtua yang hidup dengan ekonomi pas-pasan. Rumah mereka berukuran 5×6 meter persegi, beratap dinding dan berlantai campuran semen.
Kehidupan keluarga mereka jauh dari kata mewah.
Baca juga: 105 Personel Brimob Polda NTT Dikirim ke Papua untuk Operasi Damai Cartenz
Ayahnya Daniel Mboli (49) bekerja sebagai pedagang ikan mentah di Pasar Oesapa. Sedangkan sang ibu mengurus rumah tangga.
Hasil jualan ikan Daniel, tidak mampu membiayai Eky untuk menjalani operasi jantung bocor.
Saat ditemui sejumlah wartawan di kediamannya, Sabtu (3/12/2022), Eky yang didampingi ayahnya tidak sanggup duduk berlama-lama dan banyak bicara.
Baca juga: Viral, Video Warga Kupang Nekat Seberangi Sungai Saat Banjir, Hampir Terseret Arus
Daniel Mboli (49) menuturkan, anak pertamanya itu, menderita penyakit jantung bocor sejak usia satu bulan.
Saat itu, ibunya dan tetangga membawa ke dokter anak untuk pemeriksaan, tetapi dianjurkan untuk dirujuk ke Rumah Sakit Umum WZ Johannes Kupang guna penanganan medis lanjutan karena ada indikasi jantung bermasalah.
"Hasil observasi medis dan USG di rumah sakit menyebutkan ada kebocoran di bagian batang jantung dan ada kelainan di bagian pembuluh darah," ungkap Daniel dengan wajah sedih.
Dokter menyarangkan Eky dioperasi namun hal itu urung dilakukan lantaran biaya.
"Menurut dokter harus dioperasi. Waktu itu kita tidak berani operasi karena mengingat dia masih kecil dan masalah biaya dan harus dirujuk ke Jakarta," ungkap Daniel.
Masalah biaya inilah membuat Daniel Mboli memutuskan untuk berobat di rumah saat penyakit kambuh. Eky pun hanya diberikan obat penenang yang dibeli dari apotek.
Baca juga: Mobil Boks Tabrak Pasien Berkursi Roda di RS Johannes Kupang, Korban Tewas
Daniel mengisahkan berjalannya waktu sejak SD, SMP, hingga SMA, putranya sering bolak-balik rumah sakit.
Terakhir kali kata dia, pada 2 November 2022 lalu, detak jantung Eky sangat cepat dan pernapasannya terganggu.
"Waktu itu perawatan inap selama satu minggu baru disuruh pulang untuk kontrol jalan jadi diberi surat kontrol,"ujar dia.
Vonis dokter, lanjut Daniel, menyebutkan ada cairan di jantung sehingga menyebabkan detak jantung tidak beraturan dan harus diberikan obat melalui suntikan dan minum.
Baca juga: 2 Kelompok Pemuda di Atambua NTT Bentrok, 4 Lapak Pedagang Rusak, 1 Sepeda Motor Hangus Dibakar
"Dokter sarankan untuk operasi di Jakarta karena semakin besar maka detak jantung semakin keras. Dan ini betul, baru-baru kita keluar dari rumah sakit, sampai hari ini juga masih merasa detak tidak beraturan namun keluarga kami tidak sanggup biaya operasi ke Jakarta," ucap Daniel sembari terdiam lama.
Daniel mengatakan mereka mengandalkan BPJS Kesehatan.
"Terkadang obat yang di luar tanggungan BPJS, kita beli di apotek pakai uang pribadi setiap tablet berkisar Rp 45.000," ungkap dia.
Apabila kambuh, kata Daniel, kondisi detak jantung putranya tidak beraturan, sangat lemas, kecapekan, dan napas terengah-engah.
Daniel pun berharap, ada pihak yang bisa membantu membiayai operasi anaknya di Jakarta.
"Kami hanya bisa berdoa semoga ada uluran tangan dari pihak-pihak agar membantu dalam hal biaya operasi di Jakarta,"ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.