Di NTB, banyak korban melakukan aborsi yang tidak aman dengan pijat dan jamu. Ketika penyintas pemerkosaan pada akhirnya memilih aborsi, mereka akan dikeluarkan dari sekolah karena hamil dan dianggab aib keluarga.
Selanjutnya, para penyintas ada yang memutuskan menjadi buruh migran akibat gagal meneruskan sekolah. Padahal, aborsi aman disebut dalam UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pasal 75 ayat 2, kecuali ada kedaruratan medis maka bisa dilakukan layanan aborsi aman.
Terkait layanan aborsi aman untuk korban pemerkosaan, dokter spesialis opgin harus mendapatkan izin dari organisasi profesi sebelum mengambil tindakan itu. Umur kehamilan juga kurang dari 14 minggu.
Layanan aborsi aman menurut UU Kesehatan biasanya dilakukan di layanan kesehatan yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan.
Namun belum bisa ditemukan di kawasan NTB hingga saat ini. Rumah sakit Polda NTB juga tidak menyiapkan layanan ini, kendati mereka bisa saja melakukan hal tersebut dengan permintaan penyidik.
Baca juga: Remaja Perkosa Nenek Berusia 71 Tahun di Riau
"Kami siap layani jika ada permintaan dari penyidik terkait dugaan kasus aborsi atau keguguran melalui pemeriksaan janin atau otopsi untuk mengetahui penyebab kematian, apakah ada unsur kekerasan atau tidak," jelas Kaur Dokpol RS Bayangkara Polda NTB Iptu I Nyoman Madiasa.
Ada banyak faktor yang menyebabkan anak perempuan korban pemerkosaan sulit mendapat hak aborsi aman, di antaranya faktor hak hidup pada janin dalam kandungan.
Menurut Fatriatulrahma, bagaimanapun proses yang dilalui oleh korban, janin dalam kandungan memiliki hak untuk hidup.
Ia mengaku pernah ada beberapa kali saat pendampingan pada anak korban pemerkosaan yang ingin aborsi namun opsi yang ia berikan adalah harus melahirkan anak tersebut dan rehabilitasi di Sentra Paramitha kemudian anaknya bisa adopsi oleh negara.
"Karena ada ancaman pidana bagi korban, dan semua orang yang terlibat di dalam proses itu juga terancam pidana jika memilih jalan aborsi," kata Fatriatulrahma.
Meskipun ada UU yang mengatur tetapi ada batas waktu dengan usia kandungan.
"Batas usia kandungan itu yang membuat kita sulit, dan kita sebagai penyidik terancam pidana jika menyarankan aborsi pada korban pemerkosaan," kata Kanit PPA Polres Sumbawa, Aiptu Arifin Setioko pada Senin (24/10/2022).