CIANJUR, KOMPAS.com – Satu demi satu bangunan shelter berdiri di sejumlah lokasi pengungsian korban gempa magnitudo 5,6 Cianjur, Jawa Barat.
Namun, ada beberapa tenda yang terlihat tidak biasa dari konstruksinya karena menggunakan material bambu.
Pengawas lapangan dari tim arsitek Institut Teknologi Bandung (ITB) Gilang Ikbal Noegraha mengatakan, tenda darurat model hanggar ini diyakini lebih nyaman dan laik.
“Karena lebih lapang, tiga shelter yang sudah kita bangun tingginya 5 meter dengan rata-rata lebar 6-8 meter, dan panjang 12-14 meter,” kata Gilang saat ditemui Kompas.com di posko pengungsi di Desa Cibulakan, Cugenang, Cianjur, Kamis (1/12/2022).
Baca juga: Ada Tenda Sakinah, Tempat Khusus untuk Suami Istri Korban Gempa Cianjur
Gilang menyebutkan, model penguatan konstruksi memakai tali dan baut agar bisa dibongkar setelah masa darurat berakhir atau bangunan sudah tidak lagi dipakai.
“Materialnya masih bisa digunakan, bisa dibongkar, dan dimanfaatkan untuk hal lain,” ujar dia.
Untuk membangun shelter ukuran 6x8 meter dibutuhkan waktu sehari, dan dua hari untuk shelter dengan ukuran berlipat atau 8x14 meter.
“Pengerjaannya oleh 10 orang. Sistematisnya tiap-tiap bagian kita temukan di tengah. Dengan sistem yang bekerja ini bangunan bisa stabil,” kata dia.
Disebutkan, keberadaan shelter dan tenda bambu ini juga sebagai upaya transfer teknologi, sehingga proses pengerjaannya melibatkan warga setempat.
Baca juga: Iis Kedinginan hingga Meninggal di Tenda Pengungsian, Sempat Syok Lihat Rumahnya Rata dengan Tanah
Bangunan dengan konstruksi bambu, menurut Gilang lebih fleksibel, lebih mengayun jika mendapat guncangan seperti gempa.
“Perbandingannya dengan yang memakai beton yang rigid, ketika ada guncangan, patah karena kekakuannya. Sedangkan bambu mengikuti arahnya ke mana,” ujar Gilang.
“Tiga sampai 6 bulan ke depan bangunannya masih proper, kuat,” imbuhnya.