Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

"T-Rex" yang Bermain di Tambang Pasir Ilegal di Klaten?

Kompas.com - 30/11/2022, 16:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Badannya besar, tangannya kecil
Gigi bertaring, kukunya runcing
Tak makan sayur, makannya daging
Kalau mengaum yang lain langsung mundur
T-rex, T-rex, T-rex itu namanya
T-rex, T-rex, T-rex hidup di zaman purba

PENGGALAN lagu “Dino Song” karya Mr. Popolo itu begitu kondang di platform “TikTok” dan “Reels”. Diparodikan oleh kalangan tua dan muda serta dengan aneka koreo yang lucu dan menarik.

Saya curiga, jangan-jangan “backing” penambangan pasir ilegal di Klaten yang dikeluhkan Wali Kota Solo, yang juga putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming memang “sebangsa” T-rex.

Harus diakui, era demokratisasi melalui media sosial semakin tidak bisa dibendung di zaman sekarang.

Keberanian warga untuk mengadukan persoalan kerusakan lingkungan menemukan momentumnya ketika ada kepala daerah yang peduli dengan problema “orang kecil”. Akan kebetulan pula, jika kepala daerah adalah putra dari kepala negara.

Bermula dari keluhan salah satu warga yang men-tweet ke Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming pada 27 November 2022 lalu.

Dia melaporkan ada lebih 20 lokasi tambang pasir ilegal di Klaten yang dibiarkan dan telah merusak lingkungan.

Tidak lupa, dia juga men-tweet ke Presiden Jokowi, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Untungnya, pengaduan warga yang akunnya bernama @amr715882 itu disuarakan lagi oleh Gibran dan Ganjar.

Walau bukan termasuk wilayahnya, Gibran mengakui “backing” yang bermain di tambang pasir yang masif di Klaten sudah diketahuinya. Mereka adalah individu atau kelompok yang memiliki akses pada kekuasaan.

Ngeriii,” ujar Gibran menyebut oknum-oknum yang terlibat “main“ pasir (Kompas.com, 28/11/2022).

Senada dengan Gibran, Ganjar malah menambahi soal sosok “backing” penambangan pasir liar di Klaten dengan sebutan “bekingannya gede-gede”.

Ganjar berharap pihak penegak hukum bisa mengambil tindakan. Pihak penegak hukum harus berani berdiri paling depan karena pertambangan pasir ilegal adalah persoalan serius.

Tentu saja harapan pengadu menyampaikan keluhannya kepada Gibran bisa dituntaskan oleh putra Presiden mengingat Jokowi sangat peduli dengan persoalan-persoalan yang dialami “wong cilik”.

Nyatanya, persoalan tambang pasir “ilegal” memang tidak mampu diselesaikan pemerintah daerah setempat.

Bupati Klaten, Sri Mulyani yang notabene berasal dari satu partai dengan Gibran, Ganjar dan Presiden Joko Widodo mengaku telah berkali-kali menyampaikan persoalan tambang pasir ilegal di daerahnya kepada Presiden, Gubernur Jawa Tengah, ke Jokowi melalui Walikota Solo, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapi semuanya belum membawa hasil (Kompas.com, 28/11/2022).

Di manakah gerangan kepolisian Klaten berada? Kapolres Klaten, AKBP Eko Prasetyo sepertinya malah “menunggu” tindak lanjut koordinasi yang sudah dilakukannya dengan pihak pemerintah daerah Klaten dan Provinsi Jawa Tengah.

Dia malah mengajak dinas-dinas terkait, baik di tingkat kabupaten dan provinsi untuk sama-sama turun langsung ke lapangan guna penyelidikan soal dugaan adanya tambang pasir ilegal.

Pihak Polres Klaten tidak bisa sendirian melakukan penyelidikan di lapangan, butuh koordinasi bersama (Kompas.com, 28/11/2022).

Butuh nyali gede

Melihat pernyataan-pernyataan dari Bupati Klaten, Kapolres Klaten, Wali Kota Solo bahkan Gubernur Jawa Tengah soal adanya pertambangan pasir ilegal di Klaten serta belum ada adanya tindakan dari penegak hukum, harus diakui memang “wujud” backing ini benar-benar “ngeri” dan "gede-gede”.

Terbaru, Ganjar malah meminta bantuan langsung ke Ketua KPK dan Bareskrim Polri agar turun ke Klaten dengan kekuatan penuh bisa memberantas pertambangan pasir ilegal.

Ganjar menganggap pertambangan ilegal bisa ditumpas jika ada penindakan dan edukasi. Penindakan cocok diterapkan untuk mereka yang bandel, sedangkan langkah edukasi tepat untuk mereka yang ingin berubah (Kompas.com, 29/11/2022).

Kasus-kasus pertambangan ilegal di tanah air, seperti halnya pasir di Klaten atau batubara di Kalimantan, nikel dan emas di Sulawesi, atau timah di Bangka Belitung serta tambang-tambang lain yang dicoleng “t-rex”, umumnya memang melibatkan oknum yang bersergam “hijau” atau coklat” di lapangan.

Mereka yang di lapangan bisa leluasa bergerak karena mendapat “perlindungan” dari mereka yang menyandang “bintang” di pundak.

Celoteh mantan personel Polres Samarinda Ismail Bolong yang divideokan mengaku mendapat penghasilan Rp 5 miliar hingga 10 miliar setiap bulannnya dari kegiatan penampungan batubara dari konsesi ilegal di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur itu menjadi wajah “permainan” backing antar backing.

Ismail merasa aman “berjaya” di permainan batubara ilegal karena mengaku telah rutin menyetor Rp 2 miliar setiap bulannya kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

Total sudah tiga kali pengiriman atau Rp 6 miliar yang telah dipersembahkan kepada Kabareskrim (Kompas.com, 30/11/2022).

Hanya saja pengakuan bekas Aiptu Ismail Bolong ini “ditarik” lagi dengan alasan dirinya membuat pengakuan tersebut karena tekanan dari bekas Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan (Karo Paminal DivPropam) Polri, Brigjen Hendra Kurniawan.

Sebaliknya, baik bekas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo maupun Hendra Kurniawan sudah melakukan pemberkasan acara perkara keterlibatan Komjen Agus Andrianto di kasus Ismail Bolong dan laporan tersebut sudah diserahkan ke pimpinan Polri.

Memang ada aura “perang antarbintang” dalam kasus Ismail Bolong mengingat Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan seolah-olah berada di kubu yang berbeda dengan Agus Andrianto.

Terlebih usai mencuatnya kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, yang membuat Sambo dan Hendra menjadi tersangka dan Agus berada di pihak yang menangani kasus tersebut.

Bersama Wakapolri Komjen Eddy Pramono, Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri, Asisten Kapolri Bidang SDM, Irjen Wahyu Widada dan Kapusdokkes Irjen Asep Hendradiana, Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskim ditunjuk Kapolri sebagai Tim Khusus untuk mengusut peristiwa penembakan Brigadir Yoshua.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD juga mengakui adanya isu perang bintang mengingat para petinggi yang berpangkat bintang saling buka kartu truf.

Persoalan tersebut harus diredam dan butuh peran KPK untuk menelusuri pernyataan Ismail Bolong (Kompas.com, 07/11/2022).

Sosok yang menjadi “kunci” terkuaknya kasus pertambangan batubara ilegal yang melibatkan perang “bintang” itu raib entah kemana.

Ismail Bolong yang akan diperiksa Bareskrim memilih kabur duluan sebelum mengungkapkan fakta yang sebenarnya atas kasus yang menjeratnya.

Bisakah kasus tambang ilegal di Klaten ditindak?

Melihat pola-pola penindakan kasus-kasus tambang ilegal di tanah air yang “adem-adem panas” memang butuh kesungguhan dari semua pihak.

Harusnya tanpa ada perintah Presiden, apalagi keluhan tersebut sudah kadung viral dan saatnya momentum “bersih-bersih” terus digalakkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mengusut tuntas kasus pertambangan ilegal termasuk di Klaten.

Jika melibatkan kalangan berbaju hijau, koordinasi dengan pihak POM TNI menjadi sebuah keharusan untuk efektivitas di lapangan.

Pihak Polda Jawa Tengah sudah membantah adanya keterlibatan personel Polri dalam kasus tambang pasir ilegal di Klaten.

Humas Polda Jawa Tengah, Kombes M Iqbal Alqudusy memastikan tidak ada anggota polisi yang menjadi beking (Tribunnews.com, 29 November 2022).

Polres Klaten pada tanggal 28 November 2022, sudah “menyisir” tiga desa di Kecamatan Kemalang yang diduga menjadi lokasi tambang pasir ilegal.

Tidak ditemukan adanya aktivitas penambangan seperti keberadaan alat berat dan truk pengangkut dan di Desa Tegalmulyo, Tlogowatu dan Sidorejo.

Penindakan pelaku penambangan ilegal memang “susah-susah gampang”, pelaku dan aparat saling kucing-kucingan.

Ketika aparat akan menindak, para pelaku sudah kabur terlebih dulu. Jangankan akan menindak, pelaku yang sudah “terang-terangan” mengaku macam Ismail Bolong saja bisa raib meniru kelakuan Harun Masiku.

Saya jadi teringat dengan pengalaman saat ke Bengkayang, Kalimantan Barat di mana pelaku penambangan ilegal sakti bak mandraguna.

Ketika kasusnya menjadi viral, para pelalu sudah cepat “menghilang”, tetapi jika kasusnya tidak lagi menjadi atensi publik, aksi penggangsiran tambang marak kembali.

Kiranya menjadi pembelajaran dari pengalaman Mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Ito Sumardi yang pernah menjadi Wakil Ketua Satuan Tugas Penambangan Tanpa Izin (PETI) bahwa persoalan tambang ilegal kerap melibatkan polisi secara tersruktur, mulai dari pangkat terbawah hingga perwira. Bahkan melibatkan lembaga dan instansi (Kompas.com, 28/11/2022).

Penambangan ilegal dan pasti tanpa izin selain merusak lingkungan jelas merugikan keuangan negara.

Tidak ada pajak yang ditangguk oleh pemerintah daerah dan pusat. Dana besar yang dihasilkan dari penambangan ilegal hanya masuk “kantung” para oknum.

Sementara warga miskin hanya menikmati “recehan” uang dan residu serta debu tambang pembawa penyakit.

Sampai kapankah “T-rex – T-rex” penambangan ilegal beraksi tanpa henti? Ataukah kita hanya menunggu kerusakan lingkungan dan bencana besar akan datang?

Badannya besar, tangannya kecil
Gigi bertaring, kukunya runcing
Tak makan sayur, makannya daging
Kalau mengaum yang lain langsung mundur
T-rex, T-rex, T-rex itu namanya
T-rex, T-rex, T-rex hidup di zaman purba
Dia termasuk binatang karnivora
Kalau lapar suaranya menggema

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com