KOMPAS.com - Polres Tapanuli Selatan menetapkan dua dari enam orang pelajar SMK berinisial IH dan VH sebagai tersangka atas penganiayaan nenek beberapa waktu lalu.
Status tersangka ini ditetapkan karena viralnya video enam pelajar SMK yang menendang seorang nenek diduga ODGJ hingga viral di media sosial.
Kapolres Tapsel AKBP Imam Zamroni mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap terlapor, dan menaikkan status terlapor menjadi tersangka.
"Pada hari Selasa kemarin kami sudah melakukan pemeriksaan terjadap terlapor, khususnya dua pelajar yang ada dalam video yang melakukan penganiayaan dengan didampingi oleh Bapas (Balai Pemasyarakatan), sehingga kami menaikkan status terlapor jadi tersangka," ujarnya dalam video yang diunggah di akun resmi Polres Tapsel, @official.polrestapsel, Rabu (23/11/2022).
Baca juga: 2 Pelajar Penendang Nenek di Tapsel hingga Tersungkur Jadi Tersangka
Psikolog Anak RS Charitas Palembang, Devi Delia, M.Psi mengatakan, perbautan remaja-remaja seperti kasus pelajar SMK di Tapanuli Selatan yang menganiaya nenek termasuk dalam kenakalan remaja.
Devi mengatakan, menurut Sudarsono (2012), kenalan bukan hanya merupakan perbuatan anak yang melawan hukum semata, namun juga termasuk di dalamnya perbuatan melanggar norma masyarakat.
"Artinya, kelakuan remaja seperti yang dilakukan pelajar SMK di Tapanuli Selatan itu termasuk ke dalam kenakalan remaja," ujarnya.
Menilik kasus tersebut, Devi mengungkap bahwa para remaja itu sudah menerima konsekuensinya ketika ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Meski demikian, para orang tua dan guru di sekolah sebaiknya mengambil peranan unttuk tidak menghakimi para remaja tersebut.
Dengan adanya kasus ini, orang tua dan anak disarankan untuk menjalin komunikasi dan ikatan emosional yang lebih erat dalam keluarga.
Baca juga: Keluarga Nenek yang Ditendang Pelajar di Tapsel Tolak Damai, Bagaimana Nasib Pelaku
"Sikap menghakimi sebaiknya tidak dilakukan, karena yang anak butuhkan dari keluarganya adalah penerimaan," ujarnya.
Menurut Devi, hal ini bukan bentuk pembelaan dan pembenaran terhadap perilaku anak, namun membangun koneksi dan setelah itu dapat memberi koreksi.
Hal demikian dapat dilakukan oleh pihak sekolah terutama guru, untuk menerima muridnya tanpa ada sikap menghakimi.
"Agar anak-anak tersebut dapat kembali melanjutkan pendidikannya," pungkasnya.
Sumber: Kompas.com (Editor David Oliver Purba)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.