KOMPAS.com - Pura Mangkunegaran saat ini tengah menjadi sorotan karena disebut akan menjadi lokasi pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono pada Desember mendatang.
Kepastian lokasi pesta pernikahan Kaesang-Erina itu diungkap oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat melakukan peninjauan pada Minggu (20/2/2022).
Baca juga: Profil Pura Mangkunegaran, Tempat Bersejarah Lokasi Ngunduh Mantu Kaesang dan Erina
Pura Mangkunegaran atau Puro Mangkunegaran adalah istana dari Kadipaten Mangkunegaran yang menjadi kediaman bagi Adipati Mangkunegara.
Baca juga: Puro Mangkunegaran Jadi Lokasi Pernikahan Kaesang dan Erina di Solo
Lokasi Pura Mangkunegaran berada di Jalan Ronggowarsito, Dusun Keraton, Desa Keraton, Kecamatan Keraton, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah.
Lokasi bangunan istana ini tidak jauh dari kawasan Ngarsopuro di Jalan Slamet Riyadi.
Baca juga: Empat Pusaka Dalem Dikirab Keliling Pura Mangkunegaran Solo
Pura Mangkunegaran merupakan bangunan bersejarah yang didirikan pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said atau yang dikenal dengan Pangeran Samber Nyawa.
Pembangunannya dilakukan setelah penandatanganan Perundingan Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 antara Sunan Pakubuwana III dengan Raden Mas Said yang disaksikan oleh perwakilan Sultan Hamengkubuwana I dan VOC.
Melalui Perjanjian Salatiga, Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa kemudian dinobatkan menjadi Adipati Mangkunegara I yang wilayah kekuasaannya disebut Kadipaten Mangkunegaran.
Raden Mas Said atau Adipati Mangkunegara I bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I, atau secara lengkap Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senopati Ing Ayudha Sudibyaningprang.
Perjanjian Salatiga juga memupuskan harapan Mangkunegara I untuk menyatukan takhta Mataram dalam satu kekuasaan tunggal.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Kadipaten Mangkunegaran menjadi kerajaan otonom yang yang berhak mengatur wilayahnya sendiri.
Adipati Mangkunegara I saat itu memerintah di wilayah Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunungkidul, Pajang sebelah utara, dan Kedu.
Namun revolusi sosial di Surakarta yang terjadi pada tahun 1945-1946, telah membuat Kadipaten Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya.
Hingga pada September 1946, di bawah pimpinan Mangkunegara VIII Mangkunegaran menyatakan bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah pengakuan de facto 16 Juni 1956, Pemerintah Kota Surakarta memiliki kewenangan mengatur daerahnya sendiri, dan Pura Mangkunegaran tidak lagi memiliki kekuasaan dalam pemerintahan.