Cap udu yang dimaksud adalah cap tikus, udu dalam Bahasa Gorontalo berarti tikus. Cap tikus ini adalah minuman keras hasil penyulingan bohito. Pada kualitas baik, cap tikus bisa menyala saat disulut korek api.
Akibat salah memahami bohito ini banyak orang kemudian latah ikut mengharamkan minuman ini. Padahal jelas perberbedaan bohito dan cap tikus ini.
“Sejak dulu kami hanya menjual bohito, tidak pernah membuat cap tikus,” ujar Anton Igirisa.
Baca juga: Apa Itu Aer Manis? Minuman Tradisional Betawi Berkhasiat untuk Kesehatan
Anton menceritakan para penikmat bohito langganannya kebanyakan generasi tua Gorontalo, bahkan banyak dari mereka yang sudah meninggal dunia. Sementara anak-anak muda sekarang lebih senang dengan sajian minuman kekinian yang dicampur boba, yang berbahan tapioka dengan campuran gula.
“Para penyuka bohito satu persatu sudah meninggal, mereka yang paling setia dengan minuman tradisional ini,” tutur Anton Igirisa.
Masalah pemasaran bohito ini tidak hanya ditinggal konsumen setia yang satu persatu pergi meninggal dunia, Anton juga sadar para petani nira ini juga semakin sedikit. Mereka yang batifar jumlahnya tidak sebanyak dulu.
“Sekarang tinggal 3 orang penjual bohito dan memuatkan untuk diedarkan ke warung, dulu di desanya lebih dari 10 orang,” tutur Anton.
Tidak banyak petani nira saat ini. Hal ini juga yang mempengaruhi semakin sedikitnya orang yang memasok bohito ke warung-warung. Anton mengaku mendapat pasokan bohito dari 5 orang petani.
Berkurangnya petani bohito ini juga menjadi tantangan tersendiri, petani yang bertahan juga sudah berumur lanjut. Mereka mewarisi pekerjaaan ini dari orang tua atau keluarga, dilakukan secara turun temurun.
Baca juga: Resep Es Sinom Khas Surabaya, Minuman Tradisional Menyegarkan untuk Lebaran
Kaum muda di desanya tidak lagi tertarik dengan pekerjaan batifar, di samping pohon aren semakin berkurang jumlahnya.
Kebutuhan ruang untuk perumahan atau lainnya bagi warga juga membuat pohon aren semakin berkurang di Desa Ulapato B.
Daerah ini adalah daerah antara yang menghubungkan dua ibu kota, Kota Gorontalo sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo dan Limboto sebagai ibu Kota Kabupaten Gorontalo.
Pembangunan perumahan, gudang, atau lainnya terus tumbuh di wilayah ini. Perubahan ini yang membuat petani bohito semakin berkurang.
Sebagai minuman tradisional, bohito seakan hanya menjadi kenangan kaum tua, bahkan minuman ini tidak memiliki tempat di warung-warung besar, apalagi daerah ibu kota kabupaten.
Bohito tetaplah bohito meskipun zaman telah berubah, minuman masa lalu ini tetap ada di warung-warung pitate (anyaman bambu) di tepi desa, seperti di Hutuo yang berada di tepi Danau Limboto.
Baca juga: Resep Jamu Beras Kencur, Minuman Tradisional yang Bisa Tambah Imunitas Tubuh
Di tengah negara yang gencar mempromosikan keunikan setiap jengkal Nusantara melalui berbagai kegiatan kepariwisataan dan kebudayaan, bohito memiliki peluang untuk tampil sebagai warisan masa lalu yang tidak hanya mengusir rasa dahaga dan menghangatkan tubuh pemancing ikan danau.
Bohito dapat menjadi sajian istimewa melalui proses pengolahan yang lebih baik, dan disajikan pada meja-meja utama para pembesar negeri sebagai alternatif minuman nusantara yang menyegarkan.
Mirnawati Otoluwa, Anton Igirisa, atau warga Gorontalo lainnya mungkin belum tahu di tepi Danau Limboto ini tengah disiapkan ajang kepariwisataan nasional, Festival Pesona Danau Limboto (FPDL), sebuah festival yang masuk dalam Kharisma Event Nasional (KEN).
Dari panggung festival ini bisa disajikan bohito segar, agar semua warga kembali mengenali sajian minuman khas Nusantara yang pernah Berjaya di masa lalu. Dari suguhan di acara ini berharap ke depan para petani kembali batifar, memuliakan tanaman aren untuk pelestarian tradisi dan ekosistem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.