KOMPAS.com - Kondisi siswi SMA Negeri di Sragen, Jawa Tengah yang menjadi korban perundungan guru matematika karena tak memakai jilbab tak mau berangkat ke sekolah.
Orangtua korban, AP (47) mengatakan, sehari setelah kejadian itu, anaknya yang berusia 14 tahun itu sudah tak mau berangkat sekolah lantaran dugaan bullying masih tertuju kepada dirinya.
Tak hanya dari guru, perundungan ini sudah diterima anaknya sejak pertama kali masuk ke sekolah oleh sejumlah murid.
"Kasus bullying ini sudah terjadi sejak masuk awal sekolah. Tapi, saya tidak ada ruang untuk menjelaskan apa yang diderita anak saya," cerita dia, Jumat.
Dia bercerita, awal masuk sekolah, ada teman anaknya yang menghadang di lorong kelas.
"Tanya 'Agamamu apa?' karena tidak berjilbab. Itu tidak ditanggapi," ungkap dia.
Kemudian, pada saat di dalam kelas, korban juga mengalami perundungan dari kakak kelasnya sehari sebelum perundungan dari gurunya.
"Anak saya yang satu kebetulan satu kelas dan satu bangku. Ada kakak kelas datang, tanya juga, 'Sebelahmu kenapa tidak berhijab?' Habis itu kejadian guru ini (menanyakan soal pengguna jilbab)," ujar dia.
Dia mengatakan, setelah kasus ini mencuat masih saja ada guru yang mem-bully atau merundungnya.
Lantaran merasa ketakutan karena beberapa kali terus di bully, anaknya meminta izin untuk pulang lebih awal.
"Sehabis kejadian guru itu, minta ke ruang BP (Bimbingan Penyuluhan) izin pulang, karena ketakutan. Saat itu, ada guru lagi, tanya soal, sebenarnya agama apa?, dijawab Islam. Kok belum berjilbab? Oh, berarti belum dapat hidayah?" ujar AP, memperagakan ucapan oknum guru tersebut.
Sebagai orangtua korban, pihaknya menyayangkan tindakan guru yang mempersoalkan masalah agama sehingga memaksa anak didiknya untuk memakai jilbab.
"Sejak kapan guru SMA Negeri mengurusi ini? Kan itu kan urusan Allah. Setahu saya, hidayah itu otoritas Allah. Kita tidak minta berlebih-lebihan, didik anak saya sesuai undang-undang yang berlaku saja," jelas dia.
Pihaknya telah melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Resor (Polres) Sragen Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA).
"Saat kami sudah tidak memiliki ruang dialog. Jadi saya ke Polres, polisi sahabat masyarakat yang selalu melayani kapan pun dan di mana pun berada. Dari sisi situ saya masuk," ucap dia.