Harapan mulai muncul saat di Kampung Klayas dibentuk Dewan Air. Lembaga sosial lokal ini dibentuk dan difasilitasi oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit VII Kasim sejak 2021.
Sumur sumber air bersih dan tangki penampungan air milik Petrogas. Agar air bisa dinikmati warga, PT KPI mendukung penyediaan air ke masyarakat melalui pipa pengontrol dan instalasi saluran air ke rumah.
Distribusi air dipercayakan kepada 10 pemuda anggota Dewan Air. Mereka mendapat pelatihan instalasi air, pengaturan pendistribusian, sekaligus perawatan saluran air.
“Dulu kekurangan air. Kami sering ambil dari hujan atau kolam, tetapi sekarang tidak perlu tunggu hujan, tinggal buka keran, airnya sudah keluar,” ujar Nimbrot, Penggerak Program Klayas Bersih sekaligus Ketua Dewan Air.
Baca juga: Sepenggal Asa Pedagang Suvenir ASEAN Para Games 2022
Menurut Nimbrot, 75 keran sudah terpasang di desa seluas 4 hektare ini.
“Kami mau tambah lagi, harapannya semua bisa terpakai air ini,” ujar Nimbrot lagi.
"Air merupakan kebutuhan mendasar yang menjadi isu di Kampung Klayas. Program Klayas Bersih tidak hanya membantu menyalurkan air ke masyarakat, namun juga membentuk kelembagaan masyarakat yakni Dewan Air yang diberikan pelatihan instalasi saluran air, pengaturan pendistribusian, serta perawatan saluran air,"jelas Direktur Operasi PT KPI Didik Bahagia.
Dimulai dari air bersih, perubahan besar mulai terlihat di kampung dengan 86 kepala keluarga Ketersediaan air bersih membuat masyarakat hidup lebih bersih dan sehat. Ekonomi juga meningkat lewat sentra pengolahan sagu dan pasar rakyat.
Mulai tahun 2019, masyarakat Klayas tak sekadar memanfaatkan sagu yang tumbuh di hutan, namun mulai membibitkan sagu.
Sagu diolah dengan air bersih yang berlimpah, limbahnya dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Lalu, ampasnya digunakan sebagai media tumbuh jamur.
Sagu yang awalnya hanya dijual tanpa diolah, kini dibuat menjadi sagu kering khas Papua Barat.
Pupuk organik hasil limbah sagu laku dijual hingga Kota Sorong, demikian juga jamur.
“Ini yang namanya ekonomi sirkuler, tidak terbuang begitu saja,” ujar Didik lagi.
Air bersih ada, ekonomi mulai membaik, pendidikan dan kesehatan di Klayas pun lebih baik.
Sektor Pendidikan dan kesehatan di Klayas selama ini tertinggal. Lokasi kampung yang sulit diakses membuat warga, khususnya anak-anak Klayas, kesulitan memperoleh hak mereka yang paling mendasar itu.
Seperti halnya PAUD, satu-satunya sekolah dasar (SD) di Klayas, yakni SD YPK juga tutup selama 2 tahun. Sekolah itu sebenarnya memiliki guru, namun sebagian tidak tinggal di situ sehingga jarang hadir di sekolah.
Program pendidikan di Klayas diawali dengan dibukanya kembali SD YPK Klayas. Awalnya, sekolah itu hanya dibuka seminggu 3 kali selama 2 jam. Pengajarnya pun pekerja PT KPI Kilang Kasim.
Untunglah kini ada Ledrik Walim dan Fransiska, dua relawan yang mau mengajar di Kampung Klayas. Ledrik, pemuda asli Klayas itu terpanggil untuk mengajar di kampungnya.
Baca juga: Ada Asa di Setiap Cangkir Kopi Racikan Anak-anak Sekolah Pinggir Hutan
Banyak tantangan yang dihadapi Ledrik, mulai dari mengajak anak-anak sekolah hingga menanamkan ilmu dan budi pekerti pada generasi penerus bangsa itu.
Ledrik berkisah, awalnya murid-muridnya menolak sekolah, dengan alasan membantu orangtua ke hutan.