KOMPAS.com - Batang Kuantan adalah nama sebuah sungai di Pulau Sumatera yang bagian hulunya juga dikenal dengan nama Sungai Indragiri.
Dalam bahasa setempat, kata batang mengacu pada arti badan atau penggal sungai yang besar.
Baca juga: Sungai Batanghari, Sungai Terpanjang di Pulau Sumatera
Wilayah aliran Batang Kuantan masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri - Akuaman dengan panjang sungai mencapai 500 kilometer.
Hulu Batang Kuantan berada di Nagari Muaro Sijunjung, Sumatera Barat dimana di terdapat pertemuan 3 (tiga) buah sungai besar.
Baca juga: Sungai Musi, Sungai Terpanjang Kedua di Pulau Sumatera
Sungai yang bertemu di hulu Batang Kuantan adalah Batang Palangki yang berhulu di Kabupaten Solok, Batang Ombilin yang berhulu di Danau Singkarak Kabupaten Solok, dan Batang Sinamar yang berhulu di daerah Kabupaten Tanah Datar.
Aliran Batang Kuantan melewati Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, dan bergabung dengan anak sungai lain menjadi Sungai Indragiri.
Baca juga: 5 Sungai Terpanjang di Sumatera, Ada yang Mengalir dari Sumbar hingga Jambi
Adapun muara Batang Kuantan berada di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau yang mengarah ke Selat Malaka.
Keberadaan Batang Kuantan sejak dulu tidak hanya dipandang sebagai aliran air saja, namun juga berperan dalam perkembangan peradaban di sepanjang sungai.
Peradaban di tepi Batang Kuantan tak bisa lepas dari letaknya yang berada di sekitar Selat Malaka, salah satu jalur maritim dunia yang telah ramai sejak masa kerajaan Hindu-Buddha.
Hal ini karena pada masa lalu Batang Kuantan berperan sebagai jalur transportasi yang menghubungkan daerah-daerah dari hulu hingga hilir.
Dilansir dari laman Pemerintah Kabupaten Sijunjung, Batang Kuantan pada masa lalu memiliki peran vital mulai dari jalur perdagangan rempah, emas, kain, hingga menjadi jalur masuknya pengaruh agama Islam.
Sementara dilansir dari laman RRI.co.id, jejak penyebaran agama Islam di masa lalu yang dibawa para pedagang masuk melalui Selat Malaka ke Sungai Indragiri hingga ke Batang Kuantan dibuktikan dengan adanya surau-surau tua yang umumnya berada di pinggiran sungai.
Batang Kuantan juga dijadikan sebagai jalur transportasi oleh masyarakat setempat dan para pencari tambang pada zaman penjajahan Belanda.
Batang Kuantan juga menjadi lokasi tragedi tewasnya Willem Hendrik de Greve, seorang geolog dari Belanda yang terseret arus pada 22 Oktober 1872 saat tengah melakukan ekspedisi penelitiannya.
Ekspedisi De Greve saat itu dilakukan untuk meneliti dan memetakan berbagai jenis kandungan mineral di pedalaman Minangkabau yang sebelumnya dilakukan De Groot pada tahun 1858.