Tersangka selaku ketua pelaksana kegiatan swakelola menunjuk secara lisan Poktan sebagai pelaksana pekerjaan pemeliharaan tanaman I, tanpa didukung kontrak kerja secara tertulis.
Pencairan dana dilakukan oleh tersangka bersama bendahara kegiatan swakelola, Mehid Amekan.
Seluruh dana yang dicairkan langsung diambil dan dipegang oleh tersangka sehingga seluruh dana dikelola oleh tersangka hingga pembayaran ke Poktan.
Dalam pelaksanaannya, tersangka tidak membayar upah Poktan sesuai dokumen dalam rencana kerja.
Baca juga: 8 Tahun Tinggal di Kupang, 12 Pengungsi Afghanistan Akhirnya Diterima Tinggal di Amerika Serikat
Di Desa Fatumonas, dari alokasi dana Rp 115.140.000, tersangka hanya menyalurkan dana ke dua Poktan (O'Aem dan Kauniki) sebesar Rp 20 juta sehingga ada selisih Rp 95.140.000.
Untuk Desa Akle, dari alokasi dana Rp 201.180.000, tersalur hanya Rp 30 juta ke Poktan Kaisalun sehingga ada selisih Rp 171.180.000.
Desa Uiasa, dari alokasi dana Rp 111.900.000, hanya disalurkan Rp 54.985.954 ke Poktan Bangun Hidup, ada selisih Rp 56.914.005.
Sedangkan untuk Desa Oenuntono, dari alokasi dana Rp 112.800.000 hanya Rp 13 juta yang disalurkan ke Poktan sehingga ada selisih Rp 99.800.000.
Baca juga: Warga Flores Timur yang Dikurung 6 Tahun di Gubuk Reyot Dibebaskan, Akan Dirawat di Kupang
Pembayaran ke Poktan pun tanpa bukti serta hingga saat ini tim pelaksana belum membuat laporan pertanggungjawaban ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina.
Sesuai hasil audit Inspektorat Daerah Provinsi NTT, ada dana Rp 423.024.000 yang diduga kuat disalahgunakan oleh ketua tim pelaksana kegiatan itu.
Dana ini disalahgunakan oleh tersangka selaku ketua tim pelaksana kegiatan itu, untuk kepentingan pribadi seperti makan, minum, rokok dan bahan bakar minyak (bensin).
"Penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi yakni lima orang dari BPDASHL Benain Noelmina, 11 orang dari UPT KPH wilayah Kabupaten Kupang dan 12 orang dari Poktan Desa Fatumonas, 12 orang saksi dari Poktan Desa Uiasa, lima saksi dari Poktan Desa Akle dan 10 orang saksi dari Poktan Desa Oenuntono," kata Ariasandy.
Selain itu, polisi juga sudah menyita sejumlah barang bukti berupa puluhan dokumen terkait pekerjaan tersebut.
Selaku tersangka, AYONF dijerat Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.