Penangkapan terjadi setelah Belanda melakukan pengepungan di Mendo Barat. Ketika itu rombongan Depati Amir hendak melarikan diri ke distrik Sungaiselan.
"Setelah ditangkap dibawa ke Batavia dan selanjutnya diasingkan ke NTT," kata Akhmad.
Akhmad menuturkan, selama di NTT, Depati Amir mengabdikan dirinya sebagai guru mengaji.
Baca juga: Depati Amir: Kehidupan, Perjuangan, dan Akhir Hidup
Selain itu, Depati Amir juga memperkenalkan teknologi penambangan, ilmu bela diri dan ilmu pengobatan pada masyarakat setempat.
"Bagi masyarakat Kupang beliau dianggap sebagai pahlawan juga karena banyak mengajar," ujar Elvian yang juga penulis buku berjudul Kampoeng di Bangka.
Makam Depati Amir terletak di pemakaman muslim Batukadera, Kupang. Di daerah yang sama juga dimakamkan sang adik, Depati Hamzah.
Menurut Akhmad, hingga saat ini belum ada rencana untuk memindahkan makam ke daerah Bangka. Hal itu karena makam di NTT dalam kondisi baik dan terawat.
Depati Amir juga tercatat cukup lama hidup di NTT, yakni sejak penangkapan tahun 1851 hingga meninggal 28 September 1869 pada usia 71 tahun karena tua dan sakit.
"Masyarakat setempat juga sudah menganggap sebagai keluarga. Bahkan cukup banyak ahli waris dari keturunan Depati Hamzah di sana," ujar Akhmad.
Baca juga: Kisah Heroik Depati Amir hingga Dikukuhkan Jadi 6 Pahlawan Nasional 2018
Nama besar Depati Amir saat ini telah diabadikan sebagai nama bandara, yakni Bandara Depati Amir (PGK) Bangka Tengah.
Sedangkan nama sang adik diabadikan menjadi nama RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang.