Kemudian, setelah adanya pelatihan tersebut, para petani sebelumnya khawatir perlahan-lahan yakin dengan manfaat yang didapatkan dengan bercocok tanam seperti itu.
"Dengan adanya pendampingan dari Pertamina ini juga saya sangat terbantu. Akhirnya banyak orang mengerti bahwa dengan organik itu petani lebih banyak diuntungkan," ujar dia.
Keuntungan yang didapat dari proses pertanian organik tentu saja, para petani tidak tergantung dengan keberadaan pupuk kimia. Seperti diketahui sering kali putuk kimia kadang sulit didapatkan dan harganya cenderung mahal
"Banyak petani yang dikasih wawasan dari pendamping Pertamina, ya kita tidak akan tergantung dengan produk-produk kimia, yang selama ini dilakukan para petani dengan cost yang lebih besar," terangnya.
Bahkan saat awal-awal bertani organik sebelum didampingi Pertamina, Sunaryo sempat dicemooh oleh petani lainnya yang masih menggunakan bahan kimiawi.
Baca juga: Cerita Petani Manfaatkan Elpiji 3 Kilogram Jadi Bahan Bakar Alat Pertanian, Biaya Lebih Irit
"Awalnya saya dulu berteriak-teriak seperti itu tidak ada yang mau tahu, enggak mau menerima, dianggap enggak mungkin akan mendapatkan hasil yang diinginkan," ucap dia.
Kini dengan sudah banyaknya para petani yang beralih ke organik, mereka tidak perlu lagi khawatir terkait biaya produksi ataupun harga penjualannya.
Sebab, dengan harga penjualan beras organik yang disamaratakan dengan beras kimiawi, para petani organik masih tetap mendapatkan keuntungan.
"Andaipun tidak bisa dijual secara khusus dan dijual dengan harga pasaran juga enggak masalah. Bahkan masih untung dengan yang menggunakan organik," jelas dia.
Kepala Desa Sidorejo, Agung Heri Susanto mengaku kehadiran Pertamina di bidang pertanian melalui program tersebut sangat memudahkannya dalam mengedukasi masyarakat.
"Walaupun kita baru mendapatkan program CSR Pertamina untuk bidang pertanian, ini memudahkan kami dan masyarakat untuk mendapatkan ilmu bagaimana mengelola tanah yang ramah, dan betul-betul bisa diharapkan pembenahan unsur alam ini bisa sustainable atau berjalan terus-menerus," kata dia.
Hal ini juga memudahkan petani yang mana selama ini dilanda kesulitan karena tergantung pada pupuk kimia hingga menyebabkan gagal panen dalam dua tahun terakhir ini.
"Sampai puncaknya satu hektar hanya mendapatkan 3 karung," ujar dia.
Agung menjelaskan estimasi biaya produksi petani sewa per hektarnya mencapai Rp 25 juta. Dengan mereka hanya mendapatkan 3 karung atau sekitar 1,5 kuintal yang mana per kilogramnya dihargai Rp 5.000, maka mereka hanya mendapatkan uang sekitar Rp 800.000.
"Kerugian petani 24 jutaan untuk sekali tanam. Kalau setahun ada 3 kali panen, bisa dibayangkan berapa kerugiannya, bisa 60 juta lebih," kata dia.
Baca juga: 155 Hektar Tanaman Padi di Ngawi Diserang Virus Kerdil, Ini Imbauan Dinas Pertanian