Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertobatan Mawi Sang Jagal, Dulu Kecanduan Bantai 150 Harimau, Kini Jadi Malaikat Pelindung

Kompas.com - 29/10/2022, 06:00 WIB
David Oliver Purba

Editor

KOMPAS.com - "Datuk" Mawi, begitu orang memanggilnya, merupakan mantan pemburu harimau yang terkenal dan disegani di kalangannya.

Namun, siapa sangka, sang jagal kini telah bertobat dan memilih untuk menjadi malaikat pelindung bagi hewan yang dulu pernah diburunya.

Mawi dan 20 pemburu harimau di rimba Sumatera telah berikrar tobat.

Para mantan jagal itu mengatakan bertanggung jawab atas lenyapnya lebih dari 200 harimau Sumatera.

Baca juga: Pekerja Distrik Merawang Bertaruh Nyawa saat Diserang Harimau

Jumlah itu mendekati setengah populasi harimau yang hidup di alam liar Indonesia, yang berkisar di angka sekitar 371 hingga 600-an ekor.

Baca juga: Pria di Riau Tangkap Harimau Sumatera dengan Cara Dijerat, Tulangnya Dijual

Sebagai upaya penebusan dosa masa lalu, mereka kini membersihkan hutan dari perangkap jerat dan menyadarkan pemburu lain untuk berhenti.

Mawi mengaku telah memusnahkan ratusan harimau di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) - Situs Warisan Dunia UNESCO yang melintasi empat provinsi di Sumatra.

"Saya telah membunuh harimau kurang lebih 150 ekor. Boleh dibilang terbanyak di sini," katanya, saat diwawancarai BBC News Indonesia pada Agustus lalu.

Kecanduan membunuh harimau

Ilustrasi Harimau SumateraSHUTTERSTOCK.com/TOM117 Ilustrasi Harimau Sumatera
Para pemburu yang lain biasa menyebutnya "datuk", sebutan untuk orang yang dituakan.

BBC bertemu dengan Mawi di Sarolangun, Jambi, Jumat (5/8/2022), setelah melalui lima jam perjalanan mobil dari Kota Bengkulu.

Saat berbincang di rumahnya, Mawi berkali-kali menggaruk kedua kakinya yang gatal dan terlihat jelas ruam.

"Sudah segala obat dipakai, namun tidak sembuh. Mungkin ini karma akibat pasang jerat harimau yang melukai kaki," katanya.

Awalnya, dia mengaku membunuh harimau untuk melindungi desa dari serangan binatang tersebut.

Namun dalam perkembangannya, Mawi jadi kecanduan. Apalagi, dia tergoda dengan penghasilan dari penjualan harimau.

"Saya telah membunuh harimau kurang lebih 150 ekor. Boleh dibilang saya adalah mantan pemburu terbanyak yang masih hidup di sini," katanya.

Mawi menjagal harimau dari tahun 1971 hingga akhirnya berhenti di akhir tahun 2017.

Terbanyak, dalam satu bulan, dia pernah membunuh enam harimau. Bahkan, dalam satu tahun sekitar 20 ekor harimau tewas di tangannya.

Apa buktinya? Mawi menjawab, "Jika tidak percaya, silakan tanya orang-orang kampung dan saya jelaskan semua yang saya tahu," ujar dia

Dengan lancar Mawi menjelaskan sebagian besar pengalamannya. Ia merinci nama pembeli, tempat penjualan, hingga proses memburu dan menguliti harimau.

"Saya menjual kulit, tulang, dan taring harimau dari harga Rp 30.000 hingga terakhir Rp 17 juta," ujarnya sambil menyebut nama-nama oknum dari wilayah Sumatera Selatan, Jambi, hingga Bengkulu.

Terakhir kali di tahun 2017, Mawi menjual kulit, tulang, hingga taring harimau ke seseorang dari Curup, Bengkulu.

"Orang yang mau harimau banyak sekali. Terakhir, ada petugas yang melarang berburu dan melindungi harimau, malah membeli dari saya," kata Mawi.

Mawi telah menjual hasil buruannya kepada beberapa pengepul dan toko yang ada di Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Jambi.

Biasanya, dia merendam kulit harimau dalam spiritus agar tidak busuk lalu dibawa ke pembeli.

Awal mulai menjadi jagal harimau

Keesokan harinya, Sabtu (6/8/2022), BBC mengikuti Mawi, beberapa mantan pemburu lain, dan perwakilan dari LSM Lingkar Inisiatif, lembaga yang fokus dalam kegiatan konservasi satwa langka dilindungi di wilayah TNKS dan sekitarnya.

Rombongan kemudian tiba di Desa Muara Kuis, Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, yang menjadi titik awal patroli sapu jerat ke hutan.

Di sini, Mawi dan teman-temannya sehari-hari mencari ikan untuk diasap sebagai alternatif penopang hidup usai berhenti berburu.

Dengan menggunakan kapal kayu selebar satu meter, Mawi mengajak rombongan menyusuri sungai memasuki kawasan penyangga TNKS.

Di tengah jalan, kapal menepi. Mawi lalu menunjuk tumpukan batu yang memecah aliran sungai.

"Di sana orang dimakan harimau, sisa paha saja dan ditaruh di atas batu itu. Lalu, warga meminta saya melindungi kampung," kata Mawi mengenang kejadian pada 1971.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com