Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perempuan Penyintas HIV, Buktikan Penyakitnya Tak Tulari Suami dan Anak, Kini Berperang Memutus Rantai Penularan

Kompas.com - 25/10/2022, 06:00 WIB
Suwandi,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Seorang ibu paruh baya melintas di lorong-lorong rumah sakit.

Malam itu, dia sedikit gusar mencari orang di tengah keramaian yang berlalu lalang.

Baca juga: 3 Negara Sudah Menyetujui Penggunaan Obat Pencegah HIV, Cabotegravir

 

Setelah rekah senyum, terbit air muka sumringah. Dia menegur lalu membimbing pasangan lelaki seks lelaki (LSL) untuk tes HIV ke dalam ruangan khusus.

Baca juga: Sulitnya Mendeteksi Paparan HIV/AIDS dari Penganut Cinta Satu Malam dan Pelaku Seks Online

Perempuan itu bernama Murni. Sebagai penyintas, dia ingin tuntas memutus mata rantai penularan HIV.

Kemudian memecah fenomena gunung es dengan menemukan sebanyak-banyaknya orang dengan HIV.

Dia pun bergabung dengan Yayasan Kanti Sehati sejak 2015 lalu. Baginya, setiap orang berhak hidup sehat dan normal, serta terbebas dari bayang-bayang stigma dan diskriminasi.

"Sehari sebelum menikah, saya bicara empat mata dengan calon suami. Berat sekali sampai menangis. Saya sempat takut ditolak, tapi saya harus jujur dan tidak boleh bohong," kata Murni kepada Kompas.com, Jumat (21/10/2022).

Calon suami Murni sempat gamang. Lama dia termenung. Namun, lantaran calon suami telah mengetahui pekerjaan Murni di Yayasan Kanti Sehati, dia pun yakin. Dengan percaya diri, lelaki itu mempersunting Murni, melenggang ke pelaminan.

Kala Murni diberikan kesempatan, maka tekadnya bulat.

Dia hendak meruntuhkan stigma bahwa orang dengan HIV yang berumah tangga akan membuat masa depan anaknya gelap dan memperpanjang mata rantai penularan.

Ibu dengan HIV otomatis menularkan ke anaknya, itu kata orang.

Realitanya, kata Murni, sejak menikah pada 2018 lalu, dia membuat program anak secara terencana dan terukur sehingga melahirkan anak yang sehat, negatif HIV.

Suaminya selama empat tahun menikah tetap aman  dan tidak tertular.

"Kini usia anakku empat tahun. Dia sehat dan lucu, insya Allah dia memiliki masa depan yang bagus dan punya peluang yang sama dengan anak lain," kata Murni dengan suara bergetar.

Murni sempat mengalami masa-masa kritis pada 2013 lalu usai mengetahui mengidap HIV.

Bobot tubuhnya turun 30 kilogram, mulutnya sudah dipenuhi jamur. Perundungan datang silih berganti.

Untuk menghindari stigma dan diskriminasi di lingkungan kerja, Murni memilih mundur dari tempatnya bekerja.

Selama setahun dia memulihkan kesehatan. Dukungan datang dari pendamping Yayasan Kanti Sehati.

Dengan dukungan itu, Murni akhirnya menyadari menerapkan pola hidup sehat serta terapi minum obat dan terus berpikir positif. Kegigihan Murni membuat dirinya melewati masa-masa sulit.

Memiliki anak

Selama hamil, Murni rutin memeriksakan diri ke puskesmas untuk tes laboratorium vira load dalam darah, anestesi, dan berusaha mengonsumsi makanan yang kaya nutrisi dan vitamin.

"Memang berat tantangan saat hamil, karena harus minum obat. Sementara hormon tubuh kadang berubah-ubah dan memicu muntah. Tapi itu (minum obat) harus dilakukan untuk menjaga anak dalam kandungan tetap sehat," kata Murni.

Kemudian saat hendak melahirkan, Murni harus tetap menjaga kondisi tubuhnya agar tetap sehat dengan rutin minum obat.

Murni melahirkan anak di rumah sakit secara bedah caesar.

Untuk itu, dia terus mendorong kepada perempuan dengan HIV, agar melahirkan dengan caesar karena lebih aman.

Ketika anaknya lahir, langsung diberi makan obat ARV khusus untuk anak, selama 6 minggu setiap 12 jam.

Untuk upaya pencegahan pertama ini, obatnya dalam bentuk bubuk. Usai usia 6 minggu, anak diberikan antibiotik kotrimoxazol berbentuk sirup selama 6 bulan.

Setelah diberikan obat kesehatan anak terus dijaga. Jangan sampai memberikan air susu ibu (ASI) secara langsung, karena sangat berisiko terjadi penularan.

Ketika memasuki usia 18 bulan, antibodi anak tidak lagi mengikuti sang ibu, menjadi waktu yang cocok untuk melakukan tes HIV.

"Saya waktu tes VCT anak itu sempat tegang. Khawatir hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Alhamdulillah. Anak saya saat dites hasilnya negatif," kata Murni bahagia.

Kendati dirinya melahirkan anak negatif HIV, Murni tetap merasa sedih.

Sebab masih banyak perempuan-perempuan yang berada di daerah, terutama di tempat yang terisolasi dan jauh dari akses pendampingan, melahirkan dengan kondisi anak yang positif HIV.

Memutuskan jadi pendamping

Murni akhirnya memutuskan terjun menjadi pendamping untuk membantu penyintas lainnya.

Pada 2015, dia menjadi relawan di Yayasan Kanti Sehati. Kala itu, secara ekonomi cukup berat, karena sudah tidak bekerja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com