Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerombolan Mafia Tanah di Lampung Ditahan Polisi, dari Notaris hingga Juru Ukur BPN

Kompas.com - 30/09/2022, 16:20 WIB
Tri Purna Jaya,
Reni Susanti

Tim Redaksi

LAMPUNG, KOMPAS.com - Gerombolan mafia tanah ditangkap aparat Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Lampung.

Komplotan ini mengambil alih lahan seluas 10 hektar yang sudah dimiliki 55 KK di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan.

Direktur Ditkrimum Polda Lampung, Komisaris Besar (Kombes) Reynold Hutagalung mengatakan, ada lima pelaku yang telah ditangkap.

Baca juga: Oknum ASN Diduga Jadi Mafia Tanah, Kepala BPN Lebak Angkat Bicara

Kelima pelaku ini beragam profesi namun saling berkelindan, mulai dari notaris hingga PNS Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Kejahatan pertanahan di lahan milik warga Desa Malang Sari, Lampung Selatan yang berdampak pada 55 KK masyarakat yang menghuni di lokasi itu," kata Reynold di Mapolda Lampung, Jumat (30/9/2022).

Reynold menambahkan, dalam kasus ini ada dugaan pemalsuan surat dan keterangan palsu dalam akta otentik.

Adapun lima orang pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah ini adalah SJO (80) pensiunan Polri, SYT (68) kepala kampung, dan SHN (64) camat.

Kemudian FBM (44) juru ukur BPN Lampung Selatan, dan RA (49) pejabat pembuat akta tanah (PPAT) di Lampung Selatan.

Kronologi kasus mafia tanah

Reynold menjelaskan, kasus mafia tanah ini berawal dari SJO yang menjual objek tanah kepada AM (saksi). Objek tanah yang berada di Desa Malang Sari itu diatasnamakan milik SJO.

"SJO mendapatkan keuntungan dari transaksi jual beli sejumlah Rp 900 juta," kata Reynold.

Menurut Reynold, tanah seluas 10 hektar itu sebenarnya sudah ditempati dan dimiliki oleh warga Desa Malang Sari, Lampung Selatan.

Baca juga: Kejati Banten Dalami Kasus Mafia Tanah di Kantor Pertanahan Lebak, Ada Transaksi Mencurigakan Rp 15 Miliar

Namun, untuk "mengesahkan" kepemilikan, SJO meminta kepada SYT selaku Kepala Desa Gunung Agung, Lampung Timur membuat surat keterangan.

"Objek tanah ada di Desa Malang Sari, tapi dibuatkan surat keterangan seolah sudah dimiliki oleh SJO sejak tahun 2013," kata Reynold.

SYT sendiri mendapatkan upah sebesar Rp1 juta.

"Surat keterangan ini dibuat tahun 2020 dan digunakan oleh AM sebagai dokumen untuk menerbitkan akta tanah," kata Reynold.

Sementara itu, SHN selaku camat menguatkan surat keterangan itu dengan membubuhkan tanda tangan dan cap stempel.

Dengan surat keterangan itu, RA selaku PPAT membuat akta jual beli (AJB) antara SJO dengan AM, padahal dalam penandatanganan itu tidak semua pihak menghadap notaris.

"RA mendapatkan Rp30 juta dengan menerbitkan 6 AJB antara SJO dengan AM," kata Reynold.

Baca juga: Tanahnya Dirampas Mafia Tanah, Petani Transmigran Demo ke Kantor Gubernur Jambi

Adapun tersangka FBM berperan tidak melapor bahwa ada pihak lain yang telah menguasai objek tanah. FBM kemudian melakukan pengukuran sehingga diterbitkan SHM di lokasi tersebut.

"FBM mendapatkan upah sebesar Rp2,5 juta untuk melakukan pengukuran objek tanah itu," kata Reynold.

Sedangkan AM sendiri masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini. Reynold mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman kasus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Air Terjun Lubuk Hitam di Padang: Daya Tarik, Keindahan, dan Rute

Air Terjun Lubuk Hitam di Padang: Daya Tarik, Keindahan, dan Rute

Regional
Motif Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo, Pelaku Terlanjur Malu

Motif Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo, Pelaku Terlanjur Malu

Regional
Nasib Pilu Siswi SMP Diperkosa Ayah Kandung Usai Mengadu Dicabuli Kekasihnya

Nasib Pilu Siswi SMP Diperkosa Ayah Kandung Usai Mengadu Dicabuli Kekasihnya

Regional
Viral, Video Bocah 5 Tahun Kemudikan Mobil PLN, Ini Kejadian Sebenarnya

Viral, Video Bocah 5 Tahun Kemudikan Mobil PLN, Ini Kejadian Sebenarnya

Regional
Detik-detik TKW Asal Madiun Robohkan Rumah Hasil Kerja 9 Tahun di Hongkong

Detik-detik TKW Asal Madiun Robohkan Rumah Hasil Kerja 9 Tahun di Hongkong

Regional
Menanti Pemekaran Indramayu Barat, Antara Mimpi dan Nyata

Menanti Pemekaran Indramayu Barat, Antara Mimpi dan Nyata

Regional
Pelaku Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Ditangkap, Sempat Kabur ke Ngawi

Pelaku Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Ditangkap, Sempat Kabur ke Ngawi

Regional
Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah, PJ Walikota Tanjungpinang Belum Diperiksa

Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah, PJ Walikota Tanjungpinang Belum Diperiksa

Regional
Anggota Timses di NTT Jadi Buron Usai Diduga Terlibat Politik Uang

Anggota Timses di NTT Jadi Buron Usai Diduga Terlibat Politik Uang

Regional
Pedagang di Mataram Tewas Diduga Ditusuk Mantan Suami di Kamar Kosnya

Pedagang di Mataram Tewas Diduga Ditusuk Mantan Suami di Kamar Kosnya

Regional
Pengurus Masjid Sheikh Zayed Solo Sempat Tolak Ratusan Paket Berbuka Terduga Penipuan Katering

Pengurus Masjid Sheikh Zayed Solo Sempat Tolak Ratusan Paket Berbuka Terduga Penipuan Katering

Regional
Mengenal Lebaran Mandura di Palu, Tradisi Unik untuk Mempererat Tali Persaudaraan

Mengenal Lebaran Mandura di Palu, Tradisi Unik untuk Mempererat Tali Persaudaraan

Regional
Pantai Pulisan di Sulawesi Utara: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Pantai Pulisan di Sulawesi Utara: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Ketua DPRD Kota Magelang Jawab Rumor soal Maju Pilkada 2024

Ketua DPRD Kota Magelang Jawab Rumor soal Maju Pilkada 2024

Regional
Order Fiktif Takjil Catut Nama Masjid Sheikh Zayed, Pengurus: Terduga Pelaku Ngakunya Sedekah

Order Fiktif Takjil Catut Nama Masjid Sheikh Zayed, Pengurus: Terduga Pelaku Ngakunya Sedekah

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com