Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Rumput Laut Nunukan Anjlok, Upah Buruh Ikat Bibitnya Turun Rp 5.000

Kompas.com - 26/09/2022, 10:16 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS,com – Anjloknya harga rumput laut Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), dari harga Rp 40.000 menjadi Rp 26.000 per Kg, berimbas pada upah atau pendapatan para buruh ikat bibit rumput laut.

"Efek domino kalau masalah upah pabettang (buruh ikat bibit) turun. Kalau di daerah budi daya Mamolok, saat ini turunnya bervariasi, antara Rp 3.000, sampai Rp 5.000, tergantung panjang bettang (tali)," ujar Ketua Asosiasi Rumpul Laut Nunukan, Kamaruddin, Minggu (25/9/2022).

Anjloknya harga rumput laut Nunukan, terjadi akibat beberapa alasan. Musim panen di sentra rumput laut di sejumlah di Nusantara, dan mudahnya pembeli mendapat barang karena banyak wilayah sedang panen, mengakibatkan harga turun drastis.

Baca juga: Indonesia Ekspor 52,4 Ton Rumput Laut Kering ke Vietnam

Selain itu, kualitas atau kadar kekeringan di musim penghujan saat ini, menjadi alasan lain dari turunnya harga rumput laut.

"Sudah sejak pertengahan September 2022 harga rumput laut turun. Kadar kekeringan kita hanya 40, dari standar 38 atau 36, sehingga harga pasaran hanya Rp 26.000," lanjutnya.

Fenomena ini, juga menjadi ganjalan para petani rumput laut Nunukan. apalagi, ini terjadi di tengah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kamaruddin menjelaskan, biasanya, tali bentangan rumput laut memiliki panjang 17 sampai 20-an meter.

Dalam sehari, rata rata para Pabettang mampu mengikat bibit dalam 10 sampai 12 tali, dengan pendapatan rata rata Rp 150.000 per tali.

Namun kini, mereka harus puas membawa pulang uang Rp 100.000 saban harinya.

Baca juga: Jokowi Dialog dengan Nelayan dan Pembudidaya Rumput Laut di Tual

"Pabettang sudah sama-sama tahu masalah turunnya upah. Mereka juga tahu betul kondisi harga rumput laut saat ini," imbuhnya.

Anjloknya harga rumput laut, diakui Kama, menjadi masalah yang pelik. Apalagi saat ini biaya jasa transportasi semua mengalami kenaikan akibat naiknya BBM.

Tak terkecuali, daerah tujuan rumput laut dari Nunukan yang dikirim ke Sulawesi Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.

Jika sebelum kenaikan, biaya pengiriman rumput laut per karung dibayar seharga Rp 39.000, kini harus dibayar dengan harga Rp 45.000 atau naik Rp 6.000 per karung rumput laut.

"Itu belum untuk ongkos truk dan upah buruh. Alasan itulah yang akhirnya mengakibatkan dampaknya merembet ke tingkat pabettang," jelas Kamaruddin.

Namun demikian, budi daya rumput laut Nunukan, menjadi sektor ekonomi utama yang menghasilkan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Limbah Bekas Pelampung Rumput Laut Cemari Lautan, Lanal Nunukan Gandeng Nelayan dan Pembudidaya Rumput Laut dalam Gerakan Laut Bersih

Yang disayangkan, adalah kurangnya pengawasan dari pemerintah, sehingga alur atau zonasi budi daya menutup jalur pelayaran dan memenuhi zona tangkap nelayan tradisional.

"Sektor rumput laut membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Tidak sedikit pendatang dari luar daerah datang untuk bekerja rumput laut dan membuat ekonomi lebih cepat berputar. Sayangnya, pengawasan yang kurang tersebut, berpotensi gejolak social jika tidak segara diantisipasi," katanya lagi.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Nunukan, mencatat angka pertambahan jumlah penduduk cukup signifikan selama 7 bulan terakhir.

Jumlah penduduk Nunukan yang pada 2021 terdata sebanyak 194.119 jiwa, per Juli 2022, mengalami penambahan 6.019 jiwa, menjadi 200.138 jiwa.

Mayoritas mereka datang untuk bekerja di sektor rumput laut, dan sisanya menjadi buruh perusahaan perkebunan.

"Ada sekitar 1.000 pekerja baru yang terjun ke rumput laut dari luar daerah. Masalah pengawasan dan penertiban zonasi, kembali ke kebijakan pemerintah," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com