NUNUKAN, KOMPAS.com – Penolakan beroperasinya jasa angkutan online Maxim di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utaran masih menjadi polemik.
Kasus ini terus menjadi perdebatan dan memantik demo para sopir angkutan penumpang konvensional.
Pada Kamis (22/9/2022) puluhan sopir angkot yang tergabung dalam Serikat Pengemudi Angkutan Umum Nunukan (SPAUN), membawa spanduk berisi tulisan penolakan maxim, dan beramai ramai mendatangi gedung Pemkab Nunukan.
Baca juga: Polemik Angkot Vs Maxim di Nunukan, Sopir Angkot: Kami Tidak Menolak Vaksin tapi Kami Menolak Maxim
Aksi tersebut, menjadi aksi ketiga kalinya. Pertama kali, aksi penolakan maxim digelar di depan Tugu Dwikora Alun Alun Nunukan pada Selasa (30/8/2022), dan aksi kedua, terjadi di Gedung Dinas Perhubungan, pada Kamis (1/9/2022).
Merasa demo dan pertemuan yang dilakukan belum membuahkan hasil memuaskan, pada Sabtu (24/9/2022), sejumlah sopir Angkot di Nunukan sengaja menyamar sebagai penumpang dan memesan layanan mobil maxim.
Begitu mobil tiba, mereka langsung membawa mobil yang dipesan tersebut ke Kantor Satlantas Polres Nunukan.
"Kita sudah dipertemukan dengan managemen maxim di Nunukan. Ada kesepakatan, selama izin operasi belum dikeluarkan Pemerintah Provinsi Kaltara, mobil maxim harus off, tidak melayani penumpang. Katanya mereka sepakat, tapi buktinya masih banyak mobil maxim yang beroperasi,"" ujar Ketua Serikat pengemudi sopir Angkutan Nunukan (SPAUN), Herman, Minggu (25/9/2022).
Sampai hari ini, ada 3 kasus mobil maxim yang diserahkan ke Satlantas untuk ditindak lanjuti, dengan tudingan menyelisihi kesepakatan dan perjanjian yang dilakukan pada awal September lalu.
Herman menegaskan, selama izin operasional maxim dari Provinsi belum keluar, selama itu pula, para sopir Angkot Nunukan tidak akan pernah mengizinkan mereka beroperasi.
Herman tidak membantah adanya SK Gubernur Kaltara Nomor 188.44/K.310/2021 tentang perubahan atas SK Gubernur Kaltara Nomor 188.44/K.831/2018 tentang wilayah operasi dan rencana alokasi jumlah kebutuhan kendaraan angkutan sewa khusus aplikasi berbasis teknologi informasi (online) serta tariff batas atas dan tariff batas bawah.
Disebutkan, dalam SK tersebut, Kabupaten Nunukan, mendapatkan kuota angkutan online sebanyak 20 unit.
"Itu juga menjadi pertanyaan kami, apakah ada kontrol di lapangan hanya 20 unit mobil yang beroperasi? Teman-teman semua mengatakan, ada lebih 50 mobil yang beroperasi karena tidak adanya kontrol. Apalagi untuk menjadi driver maxim, hanya lewat Hp saja," kata Herman.
Ada banyak catatan yang perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah manakala mobil maxim beroperasi.
Sebagaimana dicatat SPAUN, ada sejumlah point yang perlu dibahas. Salah satunya setiap penyelenggara taksi online harus memberikan akses digital dashboard sebagai tampilan informasi dalam bentuk grafis yang dihasilkan oleh perangkat lunak, sehingga pemerintah bisa mengontrol dengan mudah.
Selanjutnya, terkait pengawasan dan control lapangan. Contohnya adalah batasan kuota untuk mobil maxim hanya 20 unit, faktanya, ada lebih 50 unit yang beroperasi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.